Senin, 31 Oktober 2011

Pasal-pasal kontroversi bertebaran dalam undang-undang intelejen

JAKARTA (Arrahmah.com) – Meskipun diwarnai kecaman dan penolakan dari berbagai elemen, toh pada akhirnya RUU Intelejen disahkan juga. Berbagai kelompok dari elemen masyarakat menolak dan mengecam pengesahan UU yang kental akan inflitrasi asing tersebut.

Kecaman dan penolakan tersebut, dikarenakan banyaknya pasal kontroversi yang memungkinkan penyalah gunaan Undang-undang Intelejen oleh kelompok tertentu, mengingat para penguasa dan pejabat di Indonesia adalah ‘tipe pemimpin yang gampang dibeli’.

Berikut adalah pasal-pasal bermasalah yang terdapat dalam RUU Inteljen:

Sabtu, 29 Oktober 2011

Kapan Aceh Merdeka


Oleh Safrizal 
Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia (sila ke lima pancasila).
Kata-katatersebut diatas mencerminkan dalam hidup berbangsa dan bernegara hendaklahberlaku adil demi tercapainya kesejahteraan sosial yang merupakan cita-citabernegara dan berbangsa. Disisi lain bila suatu negara berlaku adil makarakyatnya akan damai dan sejahtera, sehingga tidak menimbulkan gejolak-gejolaksosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kerusuhan, pemberontakan, pembunuhanserta perampokan di dalam negara tersebut.

Sementaraistilah “sosial” diambil dari bahasa Latin “societas” yang berarti masyarakat.Tentu saja seluruh masyarakat harus dilayani, jadi bukankepentingan-kepentingan terorganisir yang menyalahgunakan kekuasaan politikuntuk tujuan pribadi. Seperti inilah pemahaman para bapak ekonomi pasar sosial(soziale Marktwirtschaft) tentang istilah sosial tersebut ketika mereka menyatakanbahwa sebuah negara liberal bukan menjadi kuat karena melayani egoisme-egoismekelompok, melainkan karena menentang egoisme-egoisme tersebut. 


MenurutSocrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihakpemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan padapemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamikainasyarakat.

Dalam kontek Acehmisalnya kesejahteraan sosial akan tercapai bila rakyat Aceh bekerja sendiri sepertipetani baik persawahan, perkebunan, peternakan maupun  perikanan. Sementara harga jual yang merekaterima tidak imbas dengan pekerjaan yang dilakukannya. Disisi lain terlihatbanyak petani yang menjual tanahnya untuk pembangunan gedung karena keuntunganyang didapat lebih besar daripada menanam padi, sehingga lahan persawahansemakin hari semakin berkurang.

Kapan Aceh Merdeka ?
Sepertinyakata-kata merdeka ini tidak asing lagi bagi rakyat yang terus memperjuangkan keadilan,kata-kata merdeka disini bermaksud merdeka dari kemiskinan, pendidikan, pengangguran,ketelantaran, serta merdeka dari pengemis. 

Sampai detikini kita belum bisa melupakan bagaimana ketika Aceh dilanda dengan sebuahperadaban yang sangat mendominasi aspek-aspek kemanusian selama belumselesainya perdamain di bumi serambi mekkah ini. Tidak lain perjuangan yangdilakukan rakyat Aceh saat itu hanya satu tujuan dan satu tuntutan yaitu keadilandan merdeka (memisahkan diri NKRI). 

Takala ketika tuntutankeadilan tersebut dipenuhi dengan satu syarat bahwa Aceh harus dalam bingkaiNKRI, maka Indonesia memberikan kewenangan khusus terhadap Aceh pascapenandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara GAM-RI yang tertuangdalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh (UUPA). Dimana Aceh akan melaksanakan semua sektor publik, yang akandiselenggarakan bersama dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalambidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwalmoneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama.

Dengandemikian jika implementasinya sesuai dengan isi MoU, maka Aceh memiliki hakpenuh mengatur rakyat dan daerahnya untuk mencapai satu tujuan yaitu keadilan,namun akibat pemerintah pusat membuat kebijakantidak sesuai dengan kontek otonomi khusus Aceh maka politik Aceh tidak stabilbahkan jalan ditempat.

Ketikapresiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada semua pihak untuk terusmemelihara keamanan dan perdamaian di Aceh, sehingga dapat menjadi modalpembangunan di provinsi paling barat itu di masa depan. Presiden mengemukakan,ada tiga modal utama yang dimiliki masyarakat Aceh, selain keunggulan di bidanglainnya, yang membuat provinsi tersebut dapat maju dan setara dengan provinsilainnya.  Yakni "Aceh memiliki tigakekuatan dan keunggulan, tentu di tengah keunggulan yang lain, yaitu kehidupanmasyarakat yang religius, budaya luhur dan adat istiadat yang sangatdihormati," ketiga kekuatan itu yang membentuk jati diri dan peradabanAceh yang mulia. 

"Sayaajak terus meningkatkan pembangunan Aceh lebih serius, dengan agenda tuntaskanrehabilitasi dan rekonstruksi, tuntaskan reintegrasi masyarakat pascakonflik,jaga dan pelihara keamanan dan perdamaian di Aceh. Wajib dan harga mati untukpertahankan itu,". Presiden menambahkan, agenda lainnya adalah membangunperekonomian daerah, termasuk hidupkan pertanian, perkebunan dan perikanan,pariwisata, energi dan semua hal agar banyak lapangan pekerjaan sertatingkatkan juga kesejahteraan rakyat, pendidkan, kesehatan dan pendidikankeagamaan," lanjut Presiden saat Berbicara pada pembukaan Pekan KebudayaanAceh ke-5 di Stadion H Dimurthala Lampineung Banda Aceh, Rabu sore.

Setelah hampirlebih 6 tahun Aceh damai belum ada terobosan yang memadai terhadap pertumbuhanekonomi bahkan gejolak sosial yang meningkat seperti perampokan dan pembunuhan.Sementara Aceh menerima dana otonomi khusus (otsus) setara dua persen dari DanaAlokasi Umum (DAU) Nasional sejak 2008. Itu Sesuai dengan perintahUndang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), penerimaan pertama Rp. 3,5 triliun,selanjutnya Rp. 3,6 triliun pada 2009 dan Rp. 3,8 triliun pada 2010. Dana otsusAceh meningkat lagi pada 2011 menjadi Rp. 4,4 triliun. (Serambi Indonesia, 27 April 2011)

Selain daridana otsus tahun 2011 ini juga menerima dana tambahan bagi hasil minyak dan gas(migas) yang nilainya berkisar Rp. 500 milyar, Rp. 1 triliun setiap tahunnya. Dana dari kedua sumber ini  (otsus dan migas) sudah include dalamAPBA  tahun 2011 yang sudah disahkan DPRAdengan nilai Rp. 7.089 triliun berapa waktu lalu. Dengan demikian, total danauntuk membangun Aceh tahun ini mencapai Rp. 15 triliun. (Tabloid Tabangun Aceh-Edisi 13 l mei 2011) 

Namun alhasilyang dirasakan masyarakat Aceh saat ini tetap mengemis, hal tersebut terlihatjelas di jalan-jalan kota, pasar, warung, jembatan bahkan keliling kota dankampung demi mendapatkan makan untuk kebutuhan hidup keluarganya. Tidak heranbila kita cerna sejarah Aceh dari masa dulu sampai sekarang untuk mendapatkankeadilan terpaksa harus berkonflik dulu baru ada perubahan. Teori konflik jugamengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.

UUPA Perlu Penyempurnaan
Dalam diskusiyang diadakan oleh mahasiswa jurusan ilmu politik universitas Malikussaleh(Unimal) Lhokseumawe pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2011, melihat bahwa UUPAbelum sempurna dan perlu penyempurnaan atau tindak lanjut UUPA supaya sesuaidengan MoU Helsinki,  seperti pembagian70 persen (untuk Aceh) dan 30 persen (untuk Indonesia),  PP Minyak dan gas (migas), PP Pelabuhan bebassabang, PP Badan Pertahanan Nasional, Qanun Aceh Tentang pendidikan, Qanun Acehtentang Bendera, Lambang dan Himne, serta Qanun Aceh Tentang Komisi Kebenarandan Rekonsiliasi di Aceh.

Diskusi yangberlangsung di kampus Bukit Indah Lhokseumawe tersebut juga menyikapi tentangstabilitas politik yang berkembang saat ini di Aceh yaitu pilkada, bahwa CrisisManagement Initiative (CMI) harus membentuk satu badan independent untukpemantauan jalanya implentasi UUPA yang sesuai dengan MoU Helsinki supaya tidakadanya multi tapsir. Sebagaimana Pembentukan AMM oleh Uni Eropa dan Negara-negaraASEAN sebagai pemantau pelaksanaan komitmen para pihak dalam Memorandum ofUnderstanding (MoU).

Disisi lainyang perlu kita ketahui bersama apakah UUPA masuk dalam konstitusi permanen (tidak ada perubahan tentang UUPAsiapapun yang berkuasa di Indonesia) atau belum, dalam artian tidak ada gugatanatau judicial review dikemudian hari.

Namunsayangnya setelah tranformasi politik Aceh hampir semua Badan Usaha MilikNegara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) di Aceh tutup, sepertiAAF, KKA, serta PT.Arun yang akan berakhir dalam beberapa tahun ini. InsyaAllah Aceh akan baik bila kita sama-sama membangun.

  •  Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Rabu, 26 Oktober 2011

UUPA Perlu Penyempurnaan


Hasil diskusi Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas MalikussalehLhokseumawe        
 Pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2011

Dalam menyikapi stabilitaspolitik Aceh pasca MoU Helsinki tanggal 15 Agustus 2005 sehingga lahirnya Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dengandemikian  dalam diskusi tersebut menghasilkanbeberapa poin tentang UUPA bahwa Perlunya penyempurnaan atau tindak lanjut UUPAsupaya sesuai dengan MoU Helsinki, seperti :
-  PP Minyak dan gas (migas)
-  PP Pelabuhan bebas sabang
-  Qanun Aceh Tentang pendidikan
-  PP Badan Pertahanan Nasional
-  Qanun Aceh tentang Bendera, Lambang dan Himne,serta
-  Qanun Aceh Tentang Komisi Kebenaran danRekonsiliasi di Aceh

Dalam diskusi tersebut juga kamimenyikapi bahwa Crisis Management Initiative (CMI) harus membentuk satu badanindependent  untuk pemantauan jalanyaimplementasi UUPA yang sesuai dengan MoU Helsinki supaya tidak adanya multii tapsir. SebagaimanaPembentukan AMM oleh Uni Eropa dan Negara-negara ASEAN sebagai pemantau pelaksanaankomitmen para pihak dalam Memorandum of Understanding (MoU). 

Dalam diskusi tadi sempat juga membahastentang politik pusat terhadap Aceh seperti ketidak jelasan jumlah tentara dankepolisian di Aceh, sementara dalam MoU jumlah tentara organik yang tetapberada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Jumlah kekuatan polisiorganik yang tetap berada di Aceh  setelah relokasi adalah 9.100 orang. Disisi lainyang perlu kita ketahui bersama apakah UUPA  masuk dalam konstitusi permanen (tidak adaperubahan tentang UUPA siapapun yang berkuasa di Indonesia) atau belum, dalamartian tidak ada gugatan atau judicial review dikemudian hari baik masapergantian pemerintah maupun masa pergantian DPR bila UUPA ini masuk dalamkonstitusi permanen.

Setelah tranformasi politik Aceh hampirsemua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) diAceh tutup, seperti AAF, KKA, serta PT.Arun yang akan berakhir dalam beberapatahun ini. 

Diskusi tersebut dipandu olehBapak Alfian, S.Hi,.MA (dosen ilmu politik unimal)

Laporan Safrizal(mahasiswa jurusan ilmu politik unimal)

Diskusi: Kronologis Pilkada Aceh

BAB I
 PENDAHULUAN

A.         LatarBelakang Perdamain Aceh
Ditandatanganinya nota kesepahaman damai (MoU) antara pemerintah RI danGAM di Helsinki pada 15 Agustus 2005, yang merupakan satu perubahan yang sangatberharga bagi rakyat Aceh setelah puluhan tahun hasrat untuk berdamai itu hanyasekedar wacana. Penandatanganan MoU itu sendiri bukan hanya di Helsinki sajayang di fasilitator proses negosiasi Martti Ahtiasaari Mantan PresidenFinlandia atau Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiatif (CMI), namunsebelumnya upaya perundingan damai itu juga pernah dilakukan tapi hasilnya selalumentah ditengah jalan diakibatkan dari kendala-kendala yang dihadapi sepertipada :


1.      12Mei 2000 Untuk pertama kalinya Pemerintah Republic Indonesia berdialok dengangerakan aceh merdeka dan difasilitasi (HDC). RI yang di wakili Hasan Wirajuda dan Zaini Abdullah dari pihakGAM, menandatangani Joint UnderstandingOn Humanitation Pause For Aceh  diBavois, Swiss. Perjanjian ini di kenal dengan sebutan jeda kemanusiaan, 2 Juni2000 – 2 September 2000 Jeda kemanusian tahap pertama berlangsung efektif,kendati tak menghilangkan aksi-aksi kekerasan sama sekali.

2.      15September 2000 – 15 Januari 2001 Jeda kemanusian tahap dua berlangsung efektif,kendati tak menghilangkan aksi-aksi kekerasan sama sekali.

3.      9Januari 2001 RI dan GAM menandatangani dokumen sementara yang berisikesepakatan untuk mentranformasikan perjuagan GAM dari kekuatan bersenjata menjadiperjuagan politik.

4.      29Juni – 1 Juli 2001 RI dan GAM Berunding Di Jenewa. Kedua belah pihak sepakatmeredakan ketengagan di Aceh dan sepakat untuk melakukan pertemuan lanjutan diAceh yang melibatkan wakil pemerintah RI dan GAM serta elemen masyarakat Acehuntuk penyelesaian komplik Aceh secara komprehensip. Pertemuan itu jugamenyepakati pembentukan komite bersama masalah keamanan dan membubarkan komitebersama aksi kemanusiaan.

5.      Pertengahan2001 Pemerintah terus menawarkan otonomi khusus, dan kedua pihak sepakatmenggadakan dialog informal yang melibatkan berbagai pihak. Tetapi selama tujuhbulan sesudah itu, dari Juli 2001 sampai Februari 2002, dialog macet, terutamakarena kesulitan-kesulitan di lapangan akibat meningkatnya kontak senjata.

6.      20Juli 2001 Komisaris Besar Polisi Surya Darma Kepala Direktorat Serse Polda AcehMemimpin Enam Penangkapan Jurunding GAM di Hotel Kuala Tripa di saksikan beberapa staf henry dunant center (HDC). Para juru runding yang di tangkapTungku Nashiruddin Bin Ahmed, Ungku Bin Ahmad Marzuki, Amdi Hadani, TungkuKamaruzzaman, Nashrullah Dahlawi Dan Tungku Muhammad.

7.      Mei2000 Pertemuan lanjutan antara GAM dan wakil RI awal Mei 2002 membuahkanformalisasi dokumen Februari yang di keluarkan Henri Dunant Center. Padatanggal 10 Mei 2002, kedua belah pihak menandatangani sebuah pernyataan bersamadengan isi yang secara etensial sama dengan dokumen Februari tersebut.

8.      Juni2002 Pertemuan ketiga, antara GAM dan RI, batal digelar karena situasi dilapangan memburuk.

9.      19Agustus 2002 Pemerintah RI mengumumkan kebijakan baru tentang Aceh: GAM di berikesempatan sampai akhir bulan Ramadhan, 7 Desember 2002, untuk menerima tawaranotonomi khusus sebagai persyaratan bagi bagi dialog lebih lanjut, atau harusmenghadapi kekuatan militer Indonesia.

 19November 2002 HDC mengumumkan bahwa kedua belah pihak telah memberi komitmenuntuk menyekapi sebuah persetujuan. Meski beberapa isu masih harus diselesaikan, persetujuan penghentian permusuhan di rencanakan untuk di sepakati9 Desember 2002. 

1  3Desember 2002 Konferensi tentang Aceh yang disponsori Jepang, Amerika Serikatdan badan-badan pendaan internasional, digelar di Tokyo. Konferensi inibertujuan menghimpun dana bagi pembanggunan kembali Aceh setelah kedua pihakmenandatangani persetujuan penghentian permusuhan itu. Negara perserta adalahAustralia, Kanada, Swedia, Denmark, Prancis, Jerman, Indonesia, Qatar,Malaysia, Pilipina, Swiss, Thailand dan Inggris. Juga hadir wakil dari UniEropa, Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, Program Pembangunan PBB (UNDP) danHDC, GAM diundang kekonferensi itu tetapi tidak menghadirkan wakilnya.

     9Desember 2002 Pemerintah dan GAM di Jenewa, Swiss menandatanganikesepakatan  Cessation of Hostilities Agreement (CoHA). Perjanjian ini menekandrastis angka korban tindak kekerasan di Aceh. Ada empat agenda penting yangdisepakati bidang keamanan membentuk komite bersama untuk keamanan (JSC-Joint Security Commite) yang kemudianmenghasilkan kesepakatan zona damai di beberapa daerah di Aceh, bantuankemanusiaan, rekonstruksi, dan civilianreform. Joint Security Council (JSC-Komite Keamanan Bersama) di bawahkendali Mayjen Thanungsak Tuvina dari Thailand dan wakilnya Brigjen NogomoroLomodag dari Pilipina.

     16Mei 2003 Para juru runding GAM yang hendak menghadiri pertemuan Dewan Bersamadi Tokyo, Jepang ditangkap, kelima juru runding tersebut yakni : Sofyan IbrahimTiba, Teuku Kamaruzzaman, Amni Bin Ahmad Marzuki, Nashiruddin Ahmad, serta MUsman Lampoh Awe.

     18Mei 2003 Joint Council Meeting diJapan International Corperation Agency(JICA) di Tokyo, Jepang gagal. Pemerintah RI mensyaratkan GAM harus menerimaUndang-Undang Otonomi Khusus Aceh dalam kerangka NKRI, serta peletakan senjataGAM. Pihak GAM tak dapat menerima tawaran otonomi. Sebaliknya, lewat Zaini Abdullah Menteri Luar Negeri GAM saatitu ingin mengikuti kesepakatan Jenewa 9 Desember 2002, yaitu menjalankanpasal-pasal CoHA.

     19Mei 2003 - 18 Mei 2004 Presiden Megawati mengeluarkan Kepetusan  Presiden (Kepres) No 28/2003 yang menetapkanseluruh Aceh dalam keadaan bahaya dengan status darurat militer, kepres iniyang berlaku sejak senin (19/15) pukul 00.00 WIB ini membawa konsekuensiterjadinya konflik bersenjata (armed conflict). Status darurat militerdiperpanjang kembali selama enam bulan.

     19Mei 2004 – 18 Mei 2005 Pemerintah memberlakukan darurat sipil di Aceh,mengantikan darurat militer.

Dengan demikianpasca musibah Aceh pada 26 Desember 2004 yaitu Bencana gempa bumi dan gelombangtsunami  melanda Aceh dan menewaskansekitar 200.000 jiwa. Dan untuk pertama kalinya memulai perundingan baru pada27-29 Januari 2005 Delegasi RI dan GAM bertemu di Helsinki, Filandia, setelahhampir dua tahun Aceh  berada dalamstatus darurat.  Pertemuan informal itudi fasilitasi oleh bekas Presiden Filandia Marti Ahtisaari dari CrisisManagement Initiative (CMI). pertemuan tiga hari itu tidak menghasilkankesepakatan gencatan senjata pascatsunami di Aceh.

Sehingga pada 21-23Februari 2005 Delegasi  RI dan GAMkembali bertemu untuk kedua kalinya di Helsinki, Filandia yang jugadifasilitasi CMI, pada pertemuan yang kedua kalinya itu berhasil membangunsebuah dialog yang konfrehensif terkait perdamaian Aceh. Meski perundinganbelum ada satu kata sepakat dalam hal tertentu namun kedua belah pihak telahmembuka lembaran baru dalam perundingan selanjutnya yang ditawarkan presidenAhtiasaari pada 12-17 April 2005 dengan materi dialog putaran ketiga diHelsinki yaitu (1) Persoalan otonomi khusus atau self goverment untuk Aceh, (2) Pengampunan (amnesti) bagi anggotadan tahanan politik GAM, (3) Pengaturan keamanan (pengembalian senjata yangmasih ada di tangan GAM, (4) Pembentukan tim monitoring penerapan kesepakatan,dan (5) Penetapan kurun waktu pelaksanaan kesepakatan. Dalam perundingantersebut berhasil menciptakan sebuah perdamain yang bermartabat, berkelanjutandan menyeluruh bagi semua. Demikian ringkasan singkat historis perdamaian Aceh.(Aceh Kita Maret 2006)

Sehingga hasiltindak lanjut yang ketiga kalinya tersebut menghasilkan satu kesepakatan damaiyang tertuang dalam nota kesepahaman damai (MoU) antara RI dan GAM dan sesuaidengan isi MoU tersebut yang tertera pada poin 1 tentang penyelenggaraanpemerintahan di Aceh yang diatur dalam poin 1.1.1 yaitu Undang-undang tentangpenyelenggaraan pemerintahan di Aceh maka lahirlah undang-undang baru tentangpenyelenggaraan pemerintahan di Aceh (UU No 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh – UUPA), begitu juga terhadap poin 1.2 tentang partisipasi politik yangdijelaskan dalam poin 1.2.1 yang inti bunyinya yaitu pemerintah RI menyepakatidan akan menfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Acehyang memenuhi persyaratan nasional, serta poin 1.2.2 yang bunyinya denganpenandatanganan nota kesepahaman ini (MoU-pen), rakyat Aceh akan memiliki hakmenentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikutipemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan selanjutnya.

Oleh karena itutindak lanjut poin 1.2.1 dan poin 1.2.2 MoU ini direalisasikan kedalam UUPAsehingga dalam Bab XI tentang partai politik lokal dan Bab X bagian ketigatentang pencalonan, maka dalam pasal 67 ayat 1 tentang pasangan calongubernur/wakil gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kotasebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat 1 tentang gubernur/wakil gubernur,Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dipilih dalam satu pasangansecara langsung oleh rakyat setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang demokratisbebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil. Dalam pasal 67tersebut di ajukan oleh : (a) Partai politik atau gabungan partai politik, (b)Partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal, (c) Gabungan partaipolitik dan partai politik lokal, dan (d) perseorangan.

Dimana dalam pasal 67 inidibatasi dengan pasal 256 dengan bunyi Ketentuan yang mengatur calonperseorangan dalam Pemilihan gubernur/wakil gubernur, Bupati/Wakil Bupati danWali Kota/Wakil Wali Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) huruf d,berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undangini (UUPA-pen) di undangkan.

B.                 Identifikasi Masalah
Dalam rumusanpelaksaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Aceh untuk periode 2012 s/d 2017yang akan berlangsung pada tahun ini (2011) menimbulkan banyak persepsi dikalanganmasyarakat, akademisi, mahasiswa, pengamat politik serta LSM/NGO,ORMAS, OKP dll,khususnya elit politik Aceh baik eksekutif, legislatif, maupun partai politik (parpol),Adapun persepsi yang timbul sebagai berikut :
1.      Akibatjudicial review pasal 256 UUPA oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
2.      PutusanMK terhadap judicial review pasal 256 UUPA tidak terlebih dahulu berkonsultasidan mendapat pertimbangan DPRA terhadap adanya perubahan undang-undangsebagaimana tercatum dalam pasal 269 ayat (3) UUPA.
3.      Tidakmendapat persetujuan bersama (legislatif dan eksekutif) terhadap QanunPelaksanaan Pilkada Aceh Tahun 2011.
4.      Tidakjelasnya payung hukum yang akan digunakan dalam pelaksaan pilkada Aceh.
5.      Tidakjelasnya Anggaran pilkada, dan
6.      Tidakjelasnya jumlah pemilih pemilih


C.                 Tanggapan Para Pihak TerhadapPilkada Aceh
Berikut adalah tanggapan dansikap para pihak terhadap pelaksanaan pilkada Aceh :
1.       Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Abdul Hafiz Anshary menegaskan,pelaksanaan Pilkada Aceh harus terus berlangsung. Penundaan hanya bisadilakukan bila ada penyebab yang sesuai dengan peraturan perundangan."Pilkada Aceh akan berjalan sesuai jadwal kecuali ada hal yangmengharuskan dan dibenarkan secara hukum. Misalnya, ada rekomendasi resmi dariaparat keamanan yang meminta KIP (Komisi Independen Pemilihan) Aceh untukmenunda pilkada atau ada putusan pengadilan," tutur Hafiz, Selasa (kompas 11/10/2011) di Jakarta.

2.       Komisi Independent Pemilihan (KIP) Aceh:
Komisi Independen Pemilihan (KIP)Aceh memastikan melanjutkan tahapan Pilkada 2011 yang sedah ditetapkan dalamkeputusan KIP No 17 Tahun 2011. Keputusan KIP itu berdasarkan instruksi dariKomisi Pemilihan Umum (KPU).

3.       Kapolda
Sampai kini Acehaman,
Jika kondisinya aman dan calonpesertanya telah memenuhi syarat, meskipun hanya dua pasang calon, pilkadatetap bisa dilaksanakan. Jikapun ada pihak yang meminta ditunda, Presiden tidakbisa intervensi untuk menundanya,” tegas Asisten Deputi (Asdep) I PoldagriMenkopulhukam, Brigjen Sumardi didampingi Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, padaacara jumpa pers di ruang rapat kerja Gubernur Aceh, Jumat (serambi indonesia, 15/7).

4.       Asisten Deputi I Sesmenko Polhukam
Brigjen Sumardimenegaskan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilkada Aceh harus dipenuhi."Kalau ada sumbatan-sumbatan seperti tidak setuju dengan adanya calonindependen di Aceh, berarti di Aceh sudah tidak ada demokrasi," kataSumardi ketika memaparkan pemantapan stabilitas politik dan hukum dalam RapatKerja Pimpinan Daerah di Aula Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Kamis (atjehpost.com, 6/10).

5.       Gubernur Aceh
Gubernur Aceh Irwandi Yusufmenegaskan, tak ada alasan menunda Pemilukada selain tiga alasan yuridis yangdibenarkan hukum. “Pemilu bisa ditunda karena tiga hal, yakni ketiadaananggaran, bencana alam yang menghambat sebagian atau seluruh tahapan Pemilukadadan bila ada konflik atau perang,” kata Irwandi pada wartawan, Kamis (14/7).Menurut Irwandi, soal anggaran pemilukada, sampai saat ini bukan masalah. Soalbencana alam, lanjut dia, semua juga tahu sekarang tak ada bencana. “Yangterakhir, saat ini juga tak ada kerusuhan yang dapat menghambat jalannyapemilukada. Kecuali, parpol yang membuat kerusuhan, baik kerusuhan politik atauperang yang tak bisa diatasi oleh aparat keamanan, ini baru boleh,” kataIrwandi. (harian aceh, 14/7).

Tahapan pemilihankepala Daerah Aceh 2011 akhirnya tetap dilanjutkan. Presiden Susilo BambangYudhoyono memutuskan untuk tak mengintervensi, dengan memutuskan penundaan.Dalam keterangannya kepada pers, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, mengatakan, darihasil pertemuan dengan Presiden, Jumat (7/10/211), Presiden mengatakan takberhak mencampuri pilkada di Aceh, karena hal itu urusan Komisi Pemilihan Umumdan Komisi Independen Aceh (KIP). (kompas,7/10)

6.       Mahkamah Konstitusi (MK):
Mempersilakan DPRA dan ForumKeadilan Perjuangan Rakyat Aceh (Fopkra) melakukan gugatan terhadap putusanjudicial review MK tentang Pasal 256 UUPA yang meloloskan calon independen.serta Ketua MK Mahfud MD menyatakan bahwa MK tidak bisa membatalkan putusanyang sudah dikeluarkan. “Putusan MK itu final dan mengikat, Tidak bisadibatalkan (serambi indonesia, 11 Oktober2011)

7.       Zaini Abdullah :
Bagi kalangan Partai Aceh yangterpenting saat ini adalah menyelamatnya marwah Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang merupakan hasil  perjuangan rakyat Aceh. “Pilkada  Aceh itu persoalan kecil, yang terpenting saat inibagaimana kita menyelamatkan marwah UUPA sebagai buah dari perjuangan  panjang rakyat Aceh,” tegas Zaini.(atjehpost.com, 11 Oktober 2011)

8.       Partai Aceh :
Abdullah Salehmengatakan lembaga negara harus mengakui kekhususan Aceh dan tidak bolehmengutak-atik (melakukan perubahan/menghapus pasal) dari UUPA seenaknya,sebelum berkonsultasi dan meminta pertimbangan DPRA,” katanya kepada Serambi,Minggu (9/10).

9.       Muzakir Manaf (Ketua DPP Partai Aceh)
Muzakir Manaf mengatakan keberadaansejumlah partai lokal di Aceh seharusnya sudah mewakili aspirasi independenuntuk maju dalam bursa Pilkada Aceh 2011. Pemerintah diharap mengkaji ulangputusan KIP agar pelaksanaan Pilkada Aceh 2011 berjalan sesuai kesepakatan uniEropa. Menurut Muzakir kekisruhan yang terjadi saat ini hanya disebabkansegelintir oknum yang memiliki maksud tertentu di Aceh. Meski begitu, PartaiAceh tak akan mempersoalkan itu, dan lebih mengambil kebijakan untuk tidakterlibat dalam Pilkada Aceh 2011.

10.   Pengamat politik sosial Aceh
Otto Syamsuddin Ishak menilai UniEropa (UE) tak berhak mencampuri pelaksanaan pilkada yang telah ditetapkanKomisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Namun, jika pihak Partai Aceh (PA)masih keberatan terhadap calon independen, silakan menggugat putusan judicialreview Pasal 256 UUPA ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan calonindependen di Aceh. (serambi indonesia,10 Oktober 2011)

11.   Pakar hukum Unsyiah Mawardi Ismail SH MHum
Langkah DPRA dan Forum PerjuanganKeadilan Rakyat Aceh (Fopkra) melayangkan gugatan terhadap putusan judicialreview Pasal 256 UUPA ke Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai salah alamat. MKdipastikan tidak bisa memproses gugatan itu, karena putusan MK bersifat finaldan mengikat, sehingga tidak ada lagi upaya hukum setelahnya. “Saya tidak tahuapa yang bisa menjadi dasar putusan MK itu bisa digugat. Berdasarkan UU Nomor24 tahun 2003 tentang Makamah Konstitusi, putusan MK itu bersifat mengikat danfinal. Ini artinya, tidak ada upaya hukum lagi, setelah putusan MK, kecualiuntuk dilaksanakan,” ungkap Mawardi Ismail, menjawab Serambi via teleponkemarin. (serambi indonesia, 10 Oktober2011)

12.   Ketua Gerakan Nasional Calon Independen(GNCI) Aceh, Safaruddin SH
“Langkah DPRA menggugat putusan MKitu tidak tepat, karena putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Seharusnyayang dilakukan DPRA adalah, menggugat SK KIP tentang tahapan pilkada. Kalau SKpilkada ini digugat dan diterima, maka batallah semua tahapan pilkada. Jadisemuanya harus dimulai dari awal lagi,” kata Safaruddin. Ia berpendapat,peluang DPRA untuk menggugat SK KIP itu masih tahapan terbuka, melalui jalurPengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “KIP itu kan pejabat negara, makakeputusan (SK) nya bisa digugat ke PTUN,” kata dia (serambi indonesia, 10 Oktober 2011)

13.   Golkar
Menurut Muntasir (petinngi partaigolkar), mengatakan sikap DPD Partai Golkar tak mengusung cagub/cawagub sebagaikomitmen partai itu menjaga perdamaian Aceh yang ikut dirintis oleh Golkar.Mereka menilai tahapan pilkada yang telah ditetapkan KIP Aceh masih ada konflikregulasi yang bertentangan dengan perdamaian Aceh. “Namun, DPD I Golkar Acehtetap memberikan kebebasan kepada kabupaten/kota untuk mengusung calon-calonpilihan partai kami. Bahkan, Pak Sulaiman sendiri yang meminta agarkabupaten/kota tetap mengusung calon dari Golkar,” ujarnya kepada serambi(10/10)

14.   F-DIPA
Koordinator Forum DemokrasiIndonesia dan Perdamaian Aceh atau F-DIPA, Taufik Abdullah, menilai idealnyakonflik regulasi Pilkada Aceh diselesaikan melalui konsensus para pihak, yaituPemerintah Pusat, Crisis Management Initiative (CMI), dan Pemerintah Aceh.Eksekutif dan Legislatif Aceh terlibat sebagai referentasi masyarakat Aceh. (atjehpost.com, 08 Oktober 2011)

15.   Pakar Hukum Tata Negara
Yusril Ihza Mahendramengharapkan DPRA berjiwa besar menghadapi jalannya Pemilukada Aceh. Wacanaboikot Pemilukada selain bukan jalan terbaik menghadapi masalah, sikap itu jugabukan kapasitas legislatif. Hal itu disampaikan Yusrilmenyikapi polemik regulasi pemilukada Aceh antara KIP dan DPRA yang akhir-akhirini semakin meruncing. “Harapan saya selaku pribadi, DPRA harus mengedepankanjiwa besar dalam menghadapi polemik ini,” kata Yusril kepada Harian Aceh, saatdihubungi, Selasa (3/10) malam.



 BAB II
PEMBAHASA


A.                 Pilkada Aceh Pasca MoU

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mentrasformasikan diri mereka dari gerakanpersenjataan ke gerakan perang urat saraf, itu adalah buah dari penyelesaiankonflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua atasekses yang timbul dari problem kebangsaan dan kenegaraan di Aceh selama puluhantahun lalu.  Penyelesaian yang penuhmakna tersebut di mulai dengan penandatanganan kesepahaman (MoU) Helsinki danditeruskan dengan lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh(UUPA), serta penyelenggaraan Pilkada yang memenangkan pilihan rakyat  pada 11 Desember 2006 lalu. 

Di tengah kekhawatiran banyak pihak terhadap tidak kondusifnya situasipolitik di Aceh selama berlangsunya Pilkada, apalagi Pilkada Aceh  yang dilakukan di 19 Kabupaten/Kota secaraserentak dan juga memilih 15 Bupati/Wakil Bupati, dan 4 Walikota/WakilWalikota. Namun, Pilkada tersebut berlangsung damai dan kondusif. Akhirnya KIPAceh pada tanggal 2 Januari 2007 mengumumkan bahwa pasangan Drh. Irwandi Yusuf,M.Si dan Muhammad Nazar dari jalur independen dengan perolehan suara 38,20%, maka keduanya berhak menjadi Gubernur danWakil Gubernur Aceh untuk masa bakti priode 2007-2012, kemudia disusul pesaingterdekat kedua pasangan ini adalah Ahmad Humam Hamid yang meraih 16,62% suara.Pelaksanaan demokratisasi Pilkada Aceh ini menjadi perhatian dunia denganmelibatkan pemantau baik dari dalam maupun luar negeri. Pilkada Aceh inisebagai salah satu solusi dari konflik yang berkepanjangan, dengan begitu,sesuai diamanatkan dalam pasal 75 ayat (1) UUPA bahwa penduduk di Aceh dapatmembentuk partai politik lokal.

Di sisi lain, proses transformasi politik juga terhadap pertumbuhanekonomi seperti yang tertuang dalam butir-butir MoU dan UUPA. Dengan demikian,Aceh diberikan Otonomi Khusus (otsus) sejak tahun 2008 sampai 2011 daripemerintah pusat, tujuanya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusanpemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturanperundang-undangan dalam sistem dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945, yangdipimpin oleh seorang gubernur.

Dengan demikian, Aceh menerima dana otsus setara dua persen dari DanaAlokasi Umum (DAU) Nasional sejak 2008. Itu Sesuai dengan perintahUndang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), penerimaan pertama Rp. 3,5 triliun, selanjutnyaRp. 3,6 triliun pada 2009 dan Rp. 3,8 triliun pada 2010. Dana otsus Acehmeningkat lagi pada 2011 menjadi Rp. 4,4 triliun. (Serambi Indonesia, 27 April 2011)

Selain dari dana otsus tahun 2011 ini juga menerima dana tambahan bagihasil minyak dan gas (migas) yang nilainya berkisar Rp. 500 milyar,  Rp. 1 triliun setiap tahunnya. Dana darikedua sumber ini  (otsus dan migas) sudahinclude dalam APBA  tahun 2011 yang sudahdisahkan DPRA dengan nilai Rp. 7.089 triliun berapa waktu lalu. Dengan demikian,total dana untuk membangun Aceh tahun ini mencapai Rp. 15 triliun. (Tabloid Tabangun Aceh-Edisi 13 l mei2011) 

Namun, sangking banyaknya dana otsus dan migas yang diterima Acehselama 4 tahun terakhir tidak dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, buktinya,masih banyak pembangunan yang telantar bahkan belum di bangun sama sekali olehpemerintah. sesuai perintah pasal 183 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa danatersebut untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaaninfrastruktur, pemberdayaan ekonomi, pengentasan kemiskinan, serta pendanaanpendidikan, sosial, dan pendidikan.

Dengan demikian, dalam kenirja penyelenggaraan Pemerintahan Aceh sangatkita sayangkan, ketika hasil diketahui setelah kemendagri merilis hasilEvaluasi Kinerja dan Penyelenggara Pemerintah Daerah (EKPPD) bulan lalu, sesuaiyang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang pedoman EKPPD.Bahwa  Provinsi Aceh  masuk dalam peringkat paling bawah dalampenilaian kinerja penyelenggara pemerintah, termasuk Papua, Sulawesi Barat danSulawesi Tengah, maka keempat provinsi ini masuk dalam status kinerja sedang.

Oleh karena itu, dalam menentukan calon kepala daerah yang akan memanduproses transformasi politik ini untuk masa yang akan datang. Maka KIP Aceh menjadwalkanpenyelenggaraan pemilihan umum Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati danWalikota/Wakil Walikota yang srentak di 17 kabupaten/kota pada 24 desember 2011yang akan datang. Namun, Pilkada ini merupakan Pilkada ke dua di Aceh setelahMoU Helsinki dan setelah pertama kali di selenggarakan pada tahun 2006 lalu.

Pilkada ini menjadi sisi penting dalam menentukan calon kepala daerahdi Aceh, karena kepala daerah menjadi aspek utama keberlangsungan perdamai Acehpada masa mendatang yang bermartabat dan menyeluruh bagi semua. Begitu jugadalam pelaksanaan untuk meningkatkan pertumbuhan pendidikan, ekonomi,kesejahteraan sosial, penegakan supremasi hukum, serta pengembangan budayasebagai pondasi utama dalam menciptakan masyarakat Aceh meraih masa depan yanglebih baik, lebih sejahtera dan lebih makmur di masa mendatang.

Dengan demikian, bila masyarakat krisis politik, bahkan  krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yangkemudian dikenal sebagai krisis multidimensi yang menonjol, sehingga akanberakibat pada gagalnya pembangunan dan timbulnya pergerakan melawanpemerintah.
1)      Pilkada2006
Pemilihan KepalaDaerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2006Pilkada NAD 2006 () diselenggarakan padatanggal 11 Desember2006 serentak denganPemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota di 19 dari 21 kabupaten/kota se-provinsiNanggroe Aceh Darussalam. Pilkada ini merupakan pilkada serentak terbesar diIndonesia.

Berbeda dengan Pilkada lainnya di Indonesia yangdiselenggarakan oleh Komisi Pemilihan UmumKomisi Independen Pemilihan Daerah (KPUD),Pilkada di NAD diselenggarakan oleh (KIP) NanggroeAceh Darussalam. Hal lain yang membedakan Pilkada NAD adalah Calon KepalaDaerah/Wakil Kepala Daerah boleh diikuti oleh calon independen.

Data KIP NAD menunjukkan, jumlah pemilih Pilkada NADtercatat 2.632.935 orang, yang tersebar di 21 kabupaten/kota; yang memilih di8.471 Tempat Pemungutan Suara.

Secara umum, pelaksanaan Pilkada ini berjalan aman, tertib,dan terkendali. Meski demikian, sempat terjadi dua insiden peledakan danpenemuan bom rakitan di dekat sebuah TPS di kawasan pedalaman Desa Lhok Uyun,Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara pada pukul 05.45 WIB.Ledakan ini tidak menimbulkan korban jiwa dan tidak membuat suasana Pilkada NADterganggu.

Salah satu amanat Nota Kesepakatan antara PemerintahRepublik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka adalah keepakatanmengenai pemilihan lokal yang bebas dan adil di NAD di bawah Undang-Undang baru tentangPenyelenggaraan Pemerintah Aceh

a.      Tahapan
Beberapa tahapan Pilkada iniadalah:
(1)     Pendaftaranpemilih, tanggal 1 April2006 sampai 9 November2006
(2)    Pendaftaran pasangan calon, tanggal 28 Agustus2006 sampai 11 September2006
(3)    Pengundian/penetapan pasangan calon, tanggal 8 November2006
(4)    Pelaksanaan kampanye, tanggal 24 Novembersampai 7 Desember2006
(5)    Pemungutan suara, tanggal 11 Desember2006
(6)    Pelantikan calon terpilih, tanggal 8 Februari2007
b.      Pasangan Calon
(6)    drh. IrwandiYusuf, M.Sc dan Muhammad Nazar, S.Ag. (Calon Independen)
(8)    Drs. Ghazali Abbas Adandan H. Salahuddin Alfata(Calon Independen)

2)      Pilkada 2011
KomisiIndependen Pemilihan akhirnya menetapkan tahapan Pilkada Aceh usai rapat plenoyang berlangsung pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB, Senin (26/9). Untukpayung hukum, KIP akan berpedoman pada Qanun No.7 Tahun 2006 karena belumada qanun baru. KIP juga mengakomodir calon independen dengan mengacu kepadaPutusan Mahmakah Konsitusi. Berikut tahapan Pilkada terbaru sesuai keputusanKIP Nomor 17 Tahun 2011, yang ditetapkan pada 26 September 2011:

a.       Tahapan
(1)   1-7 Oktober 2011
Pendaftarancalon dari partai politik atau gabungan partai politik dan calonperseorangan/independen.
(2)   5 - 25 Oktober 2011
Pemutakhirandan pengumuman daftar pemilih sementara (DPS)
(3)   26-28 Oktober 2011
Pencatatandata pemilih tambahan
(4)   Pengumuman daftar pemilih tambahan
1-3November 2011
(5)   4 November 2011
Pengesahandan pengumuman Daftar Pemilih Tetap oleh PPS
(6)   8-31 Oktober 2011.
UjiBaca Alqur’an dan pemeriksaan kesehatan pasangan calon gubernur dan wagub Aceholeh Tim Dokter Pemeriksa Khusus
(7)   7 November 2011
Pengumumanpasangan calon yang memenuhi persyaratan.
(8)   8-9 November 2011
Penetapan,Penentuan Nomor Urut dan Pengumuman pasangan calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
(9)   10 November - 15 Desember 2011
Pencetakandan pendistribusian daftar pasangan calon, surat suara, serta alat dankelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara di PPS dan TPS danPPK.
(10)7 – 20 Desember 2011
JadwalKampanye
(11)24 Desember 2011
HariPemungutan Suara
(12)8 Februari 2012
Pelantikandan pengucapan sumpah/janji calon gubenur dan wakil gubernur terpilih.

b.      Pasangan Calon
Calon yang sudah mendaftar sebanyak 128 pasangan (256calon), Berdasarkan data yang dirilis Media Center Komisi Independen Pemilihan(KIP) Aceh, Senin (10/10), jumlah pasangan calon yang telah mendaftar di KIPkabupaten/kota masing-masing, Aceh Tengah sebanyak 13 pasangan calon, AcehBarat 12, Langsa 10, Lhokseumawe 10, Aceh Singkil 9, Aceh Timur 9, Bener Meriah7, Aceh Utara 7, Abdya 6, Simeulue 5, Nagan Raya 5, Gayo Lues 4, Aceh Jaya 4,Banda Aceh 5, Aceh Besar 7, Pidie 8 dan Sabang 4 pasangan.

Sedangkan tingkat provinsi untuk calon gubernur/calon wakilgubernur, yang mendaftar hanya tiga pasangan calon. Sebagian besar kandidatyang sudah terdaftar tersebut maju melalui jalur perseorangan mencapai 90pasangan. Sedangkan kandidat yang maju melalui partai atau gabungan partaipolitik sebanyak 38 pasangan. (serambiindonesia, 11 Oktober 2011)

c.       JumlahPemilih Sementara
Sejak 5 hingga 25 Oktober 2011, pengumumanDaftar Pemilih Sementara (DPS) itu ditempel di tempat-tempat umum, papanpengumuman gampong, dan pusat keramaian masyarakat. Dalammenentukan DPS, KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota menggunakan data yang terteradalam Daftar Penduduk Potensial Pilkada (DP4) dari pemerintah kabupaten/kota masing-masing.Menurut data di tingkat provinsi, jumlah penduduk Aceh hingga tahun 2011 inisebanyak 4.953.262 orang. Dari jumlah tersebut, yang dinyatakan sebagai pemilihpotensial sebanyak 3.342.039 orang.



B.                 Kronologis Putusan MahkamahKonstitusi (MK)
Empat warga Acehyang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah melalui jalur perseoranganatau independent namun kehendaknya itu dibatasi dengan pasal 256 UUPA. Sehinggamereka mengajukan gugatan judicial review terhadap pasal 256 tersebutyang diajukan oleh empat warga Aceh yang merencanakan ikut serta dalampemilihan umum kepala daerah (pilkada) pada 2011, yakni Tami Anshar Mohd Nur,calon bupati/wakil bupati Kabupaten Pidie, Faurizal, calon bupati/wakil bupatiKabupaten Bireuen, Zainudin Salam, calon bupati/wakil bupati kabupaten AcehTimur dan  Hasbi Baday, calon bupati/wakil bupati Kabupaten Simeulue.

Alasan judicial review tersebut para pemohon menyatakan, Pasal 256 UUPAyang berbunyi; “ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan gubernur/wakilgubernur, bupati/wakil bupati. Atau walikota/wakil walikota sebagaimana yangdimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untukpemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangklan,” dinilai telahmenutup peluang bagi calon independen pada Pilkada 2011 di Aceh, dan itubertentangan dengan Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1),ayat (3), Pasal 28 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945. “Pasal 256 UUPA telah menghilangkan makna demokrasi bahwa semua wargaNegara berhak menjadi calon kepala daerah dalam Pemilukada di Aceh. Karena itukami ingin pasal itu tidak diberlakukan lagi,” kata Safaruddin.

Alasan lain, Pasal 256 UUPA merugikan para pemohon sebagai warga negarayang berkeinginan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon kepala daerahdan wakil kepala daerah pada Pilkada mendatang. Pasal tersebut hanya memberikanhak kepada parlok yang berbasis nasional dan lokal untuk mengusulkan/mengajukanpasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah serta menutup peluang pasangancalon independen. Pembatasan itu dianggap bertentangan dengan Pasal 28 1 ayat(2) UUD 45, ujar Safaruddin. (SerambiIndonesia)

Atas permohonanempat warga Aceh tersebut, sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan No 35/PUU-VIII/2010dikeluarkan pada 30 Desember 2010. Putusan itu memutuskan yang mencabut pasal 256Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pasal ini menyebutkan, calonperseorangan (independen) hanya berlaku satu kali setelah Undang-undang itudiberlakukan.

C.                 Sikap DPRA Terhadap Putusan MK
DPRA menilai bahwa putusan MK melangkahi pasal 269 ayat (3) bahwa dalamhal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih dahuluberkonsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA, disisi lain DPRA akan menggugatputusan MK tersebut dengan alasan bahwa di dalam Pasal 18b UUD 1945 dijelaskan,negara mengakui daerah yang bersifat atau berstatus khusus yang diatur denganUU. Kekhususan Aceh, diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh. (serambi indonesia 10 Oktober 2011)

Bila memang keputusan lanjutkan Pemilukada ini benar kebijakanpresiden, maka DPRA juga akan mengambil langkah-langkah. Misal, jelas AbdullahSaleh, dengan melibatkan pihak-pihak yang ikut dalam proses perundingan damaiAceh dulu. “Karena situasi ini sudah bisa dikatakan konflik antara Aceh danpusat. Bukan seperti apa yang dipahami selama ini, bahwa situasi ini adalahkonflik internal, antara Malik Mahmud dan Irwandi Yusuf,” kata Abdullah Saleh.“Termasuk, mungkin, dengan menggunakan pola self determination (rakyat yangmenentukan).”

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan elemen sipil yang menamakandiri Forum Perjuangan Keadilan Rakyat Aceh (Fopkra) melayangkan gugatanterhadap putusan judicial review Pasal 256 UUPA ke Mahkamah Konstitusi (MK).Gugatan kedua lembaga tersebut–DPRA dan Fopkra–didaftarkan.

Dalam perjalanan selanjutnya, Pilkada Aceh tetap dilanjutkan oleh KIP,namun hingga batas akhir pendaftaran calon kepala daerah/wakil kepala daerahuntuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Jumat (7/10) pukul 00.00 WIB, PartaiAceh (PA) tidak mendaftarkan calon mereka.

Gugatan yang dilayangkan ke MK oleh DPRA maupun Fopkra merupakan reaksiatas sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan KIP Aceh yang tetapmelaksanakan seluruh tahapan pilkada tanpa mempertimbangkan keberatan DPRA danelemen sipil.

Ketua DPRA, Drs H Hasbi Abdullah yang dihubungi Serambi di Jakarta,Sabtu (8/10) membenarkan pihaknya telah mendaftarkan gugatan terhadap putusanMK Nomor 35/PUU-VIII/2010 Tanggal 10 Desember 2010 terkait Pasal 256 UUPA yangmeloloskan calon independen pada Pilkada Aceh. “Putusan tersebut cacat hukumdan keliru karenanya harus dinyatakan tidak berlaku,” tegas Hasbi Abdullah.

Ia mengatakan, putusan MK tentang permohonan judicial review Pasal 256UUPA sama sekali tidak pernah melibatkan DPRA, sebagaimana diamanatkan Pasal269 ayat (3) UUPA, yang menyatakan bahwa setiap perubahan terhadap isi UUPAharus dikonsultasikan dan mendapat pertimbangan DPRA.

Hasbil Abdullah menegaskan, sesuai isi Pasal 18B (1) UUD ’45, negaramengakui dan menghormati kekhususan suatu daerah seperti Aceh yang diaturdengan undang-undang tersendiri. “UUPA adalah undang-undang khusus Aceh, danitu mendapat jaminan dan pengakuan konstitusi,” katanya.

Hasbi mendesak MK memanggil kembali pihak terkait termasuk DPRA. “Kamimenyatakan siap menghadapi panggilan MK setiap saat untuk berkonsultasi danmemberikan masukan dalam penyelesaian masalah tersebut,” tukasnya.

Putusan judicial review MK yang dilakukan secara salah itu, lanjutHasbi telah memberi imbas merugikan Aceh baik dari segi politik, pemerintahan,dan sosial kemasyarakatan, termasuk tereduksinya nilai perdamaian yang telahberhasil dibangun.

D.                 SikapPartai Aceh (lokal)
Partai Aceh (PA) yangtelah menentukan pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupatidan wali kota/wakil wali kota di setiap-setiap daerah namun tidak mendaftarsebagai calon kepala daerah dengan alasan seperti yang diutarakan oleh KetuaUmum Partai Aceh, Muzakir Manaf, menyatakan sikap pihaknya tidak akan mendaftarsebagai calon Gubernur, calon Bupati/Wali Kota, apabila Presiden mengambilkeputusan pilkada tetap dilanjutkan sesuai tahapan yang telah ditetapkan KIPAceh. Jika tahapan pilkada sesuai yang telah ditetapkan, maka batas akhirpendaftaran calon kepala daerah ke KIP hari ini, Jumat (7/10/2011) hingga pukul00.00 WIB.

"JikaPresiden memberi keputusan tidak jelas, maksudnya pilkada dilanjutkan sesuaitahapan KIP, maka PA tidak ikut dan mengundang pihak ketiga dari uni eropauntuk memfasilitasi hal ini," kata Muzakir saat konferensi di Kantor PA,Jumat (7/10/2011) pukul 11.00 WIB. (serambiindonesia, 7 Oktober 2011)

Berikut Pernyataan sikap Partai Aceh
Menyikapi kebuntuan pertemuan antar lembaga yang berkaitan denganpelaksanaan Pilkada Aceh yang difasilitasi Departemen Dalam Negeri kemaren(Kamis 6 Oktober 2011) di Jakarta, maka perlu saya jelaskan di sini tentangsikap Partai Aceh mengenai situasi terakhir ini, sebagai berikut:
1.      Dalam halpemcalonan kami sebagai kandidat pilkada sangat bergantung kepada kejelasansikap pemerintah tentang penyelamatan Undang- Undang Pemerintah Aceh (UUPA).Kami tidak memiliki ambisi untuk menjadi eksekutif jika persoalan ini tidakdiselesaikan dan ini adalah tugas utama Partai Aceh dan bagi siapapun yangberkuasa di Aceh.



3.      Perhatianutama kami untuk saat ini bukanlah soal pergantian kepemimpinan atau perebutankekuasaan di Aceh. Perhatian utama kami adalah penyelamatan Undang-UndangPemerintah Aceh (UUPA) sebagai wujud perjuangan rakyat Aceh selama 35 tahun.

4.      Kami menilaiada upaya sistematis dari kelompok tertentu yang belum perlu kita sebutkan disini untuk mengurangi kewenangan Aceh yang tertuang dalam UUPA. Upaya itudilakukan dengan cara membenturkann perundang-undangan yang berlaku yaitumekanisme Mahkamah Konstitusi dengan UUPA untuk secara perlahan mengutak-atikkewenangan yang dimiliki Aceh tanpa persetujuan dari Dewan Perwakilan RakyatAceh yang adalah perwujudan rakyat Aceh.

5.      Kamimerasakan sebuah upaya kesengajaan dan sistematis untuk menggiring kami kedalam perdebatan Menyetujui atau Tidak menyetujui calon independen di Aceh.Bagi kami masalah utama bukanlah pada Ada atau Tidak adanya calon independen,yang menjadi masalah utama bagi kami adalah pencabutan salah satu pasal dalamUUPA oleh Mahkamah Konstitusi dengan tanpa melibatkan Dewan Perwakilan RakyatAceh sebagai perwujudan lembaga yang mewakili rakyat  Aceh.

6.      Kami menilaikeputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pencabutan pasal 256 UUPA adalahperistiwa buruk yang berkemungkinan terulang kembali. Ini adalah sebuah wujudnyata bahwa tak ada jaminan UUPA yang merupakan dasar perdamaian Aceh akanberlanjut.

7.      Bagi kamiupaya ini adalah sebuah bentuk pelecehan terhadap martabat DPRA sebagai lembagaPerwakilan Rakyat Aceh yang seolah-olah untuk kepentingan hukum dan demokrasi.

8.      Kami jugamenyadari, bahwa ini adalah upaya pertama yang dilakukan dengan rapi untukmerontokkan UUPA. Jika kali ini berhasil dengan mulus, maka kelak satu-per satupasal-pasal penting di dalamnya akan dipangkas. Hingga kemudian roh UUPAakan  tercerabut dan menjadikannya sekumpulan kertas tanpa makna.

9.      Kamimenyesalkan adanya pihak-pihak tertentu yang menghalalkan segala cara untukdapat berkuasa di Aceh meskipun harus mengorbankan kepentingan rakyat Aceh yanglebih besar.

10.  Mengimbaukepada semua pihak untuk saling menahan diri dan terus berkomitmen untukkepentingan besar rakyat Aceh.

Banda Aceh,7 Oktober 2011. Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh Muzakir Manaf
(Ketua Umum)


BAB III
PENUTUP


A.         esimpulan
Adapan kesimpulanyang dapat dirumuskan berdasarkan pembahasan diatas adalah :
1.   KIP tetap melanjutkan Pilkada Aceh sesuaikeputusan KIP Nomor 17 Tahun 2011, yang ditetapkan pada 26 September 2011 denganberpedoman pada Qanun No.7 Tahun 2006, namun KIP juga mengakomodir calonindependen dengan mengacu kepada Putusan Mahmakah Konsitusi.
2.  Partai Aceh tidak mendaftarkan kandidatnya untukposisi baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Wali Kota/ WakilWali Kota bila pilkada tidak ditunda

B.         Saran
Pilkada Acehmerupakan hak dan milik rakyat Aceh dalam menentukan calon masing-masing darihati rakyat untuk posisi sebagai kepala daerah baik ditingkat provinsi,kabupaten maupun tingkat kota. Biarkan rakyat yang menentukan hak pilih dandipilih biarpun calon dari jalur parpol maupun jalur independent untuksama-sama berpesta dalam pungutan suara secara demokratis.





DAFTAR KUTIPAN

/wiki/Pemilihan_Kepala_Daerah_dan_Wakil_Kepala_Daerah_Provinsi_Nanggroe_Aceh_Darussalam_2006

       
3.       TabloidTabangun Aceh-Edisi 13 l mei 2011
4.       Aceh Kita Maret 2006
8.       http://www.kompas.com
20.  http://www.m.republika.co.id
23.  http://www.foto.detik.com
24.   http://www.tribunnews.com
25.  http://www.suarakarya-online.com
26.  http://www.analisadaily.com
27.  http://www.ideas-aceh.com
30.   http://www.kipaceh.com

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls