Senin, 05 Desember 2011

Teror Aceh karena kontra intelijen ?

BANDA ACEH - Hinggar binggarnya arus kendaraan bermotor melaju di jalan raya berjalan seperti biasanya hingga larut malam hari di Kota Banda Aceh. Aktivitas warga di warung-warung kopi hingga dini hari, mengesankan bahwa Kota Banda Aceh "hidup 24 jam" selama enam tahun terakhir setelah konflik bersenjata berakhir di Provinsi Aceh.

Meski hingga saat ini suasana di Aceh tetap kondusif, namun dalam dua hari terakhir membuat orang mulai waswas menyusul dua peristiwa ledakan granat di Kota Banda Aceh. "Ada apa ini, kenapa masih ada orang yang tidak suka melihat Aceh aman. Kita khawatir dengan kejadian ini, rasanya tidak nyaman jika keluar rumah terutama malam hari," kata M Yakob, warga Kota Banda Aceh tadi malam.


Kekhawatiran berbalut cemas dari warga itu dapat dimaklumi, sebab masyarakat Aceh cukup lama hidup dalam suasana konflik dan berakhir setelah adanya kesepakatan damai yang ditandatangani di Helsinki, 15 Agustus 2005. Oleh karena itu, kasus dua ledakan granat meski belum mempengaruhi situasi keamanan di Aceh diharapkan segera terungkap, sehingga jelas motif dan siapa pelaku teror tersebut.

Sebab, dari kedua kejadian pelemparan granat oleh pelaku yang tidak dikenal itu sebagian publik di Aceh mulai mereka-reka motif dibalik aksi kriminal tersebut. Bahkan, ada yang mengait-kaitkan teror granat itu dengan "perang dingin" antara pro dan kontra pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur-wakil gubernur serta 17 pasangan bupati/wali kota dan para wakilnya di Aceh.

Granat pertama dilemparkan orang tak dikenal dan meledak di halaman depan kantor tim sukses (seuramoe) bakal calon gubernur/wakil gubernur pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan di Lampriet Kota Banda Aceh. Dua hari berselang, sebuah granat juga meledak di trotoar jalan Tgk Daud Beureueh di depan wisma Lampriet Kota Banda Aceh. Khabar yang berkembang, wisma tersebut dihuni staf dari Kementerian Polhukam.

Untuk itu, Wakil Ketua Komisi III DPR HM Nasir Djamil meminta aparat kepolisian untuk memastikan dan menjamin bahwa situasi keamanan di Aceh tetap kondusif, terutama menjelang pilkada. "Jika polisi tidak mampu mengungkap pelaku dari dua kali pelemparan granat di Kota Banda Aceh itu, maka akan membuat suasana di Aceh tidak kondusif menjelang pilkada," katanya.

Nasir Djamil juga menilai teror granat itu merupakan bukti awal yang kalau tidak segera diantisipasi oleh aparat keamanan maka dikhawatirkan dapat menimbulkan suasana "huru-hara" di Aceh.

Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh mengutuk keras aksi teror granat yang dilakukan orang tidak bertanggungjawab  itu. "Kami mengutuk keras aksi teror yang dilakukan itu karena sangat merugikan Aceh, apalagi sampai mengorbankan masyarakat yang tak bersalah," kata Sekretaris Jendral Forum LSM Aceh Sudarman Alkatiri Puteh.

Forum LSM Aceh juga mendukung dan mendesak aparat kepolisian untuk menemukan dan menindak tegas pelaku teror agar masyarakat dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa rasa takut. Apalagi aksi teror dilakukan di pusat Kota Banda Aceh, sebagai ibukota Provinsi Aceh, yang tentunya menjadi taruhan bagi kredibilitas pihak kepolisian di mata masyarakat dalam memberikan rasa aman.

Sudarman Alkatiri Puteh juga mengimbau elit politik di Aceh untuk menyuarakan dan mengampanyekan perdamaian serta masyarakat juga diminta tenang dan tidak takut dengan teror itu. "Jangan sampai situasi ini dimanfaatkan oleh orang yang ingin mengacaukan perdamaian Aceh dan mengaitkan aksi teror dengan dinamika politik saat ini. Bila itu terjadi, selain mempengaruhi elektabilitas, teror seperti ini juga memberi pengaruh buruk terhadap citra politik di mata publik," katanya.

Jurubicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Mukhlis Abee menegaskan peristiwa teror granat bukan tindakan dan perbuatan dari anggota KPA. "Tidak mungkin dari kalangan KPA (mantan kombatan GAM), kami  tahu jika anggota saya yang melakukan itu," katanya.

Mukhlis menjelaskan, berdasarkan pantauan dari situasi lapangan yang dilakukan pihaknya atas dua kejadian pelemparan granat, adalah sesuatu hal yang mustahil jika itu dilakukan anggota KPA. "Kita sudah melihat ke lapangan, dan menurut kami itu pasti dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan terwujudnya perdamaian di Aceh," katanya.

Menurutnya, dari peristiwa teror pelemparan granat yang dalam sepekan ini terjadi di Banda Aceh dimungkinkan adalah tindakan kontra intelijen, dan permainan pihak-pihak tertentu yang ingin memprovokasi masyarakat dan mengganggu keamananan dan ketenangan di daerah ini. "Itu tindakan kontra intelijen, untuk memancing suasana agar terjadi kepanikan dan keresahan di masyarakat," tuturnya.   

Secara politik sikap KPA jelas bahwa tetap berkomitmen mendukung proses perdamaian di Aceh. "Bahwa kemudian kejelasan sikap politik ini kami wujudkan dengan tidak mengikuti proses pelaksanaan pilkada Aceh, bukan berarti kami kalah dan takut bersaing, dan atas hal itu kemudian kami ingin mengusik kedamaian di Aceh. Itu tidak," ujarnya.

Untuk itu, Mukhlis Abee meminta kepada semua pihak tidak merekayasa segala bentuk teror yang dapat merusak perdamaian, karena perdamaian di Aceh sangat mahal harganya. "Kami juga meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tetap beraktivitas dan tidak mudah terpancing dengan isu-isu dan propaganda terkait dengan aksi teror yang sudah terjadi," ujarnya.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku dan motif teror granat yang terjadi di Banda Aceh itu. "Polisi harus mengusut tuntas aksi teror ini sehingga masyarakat kembali merasakan keamanan dan kenyamanan di daerah ini," kata Ketua Umum KAMMI Wilayah Aceh Muhammad Muaz Munawar.

Wagub Aceh Muhammad Nazar mengimbau warga tidak terprovokasi dengan aksi-aksi peledakan granat yang terjadi di Kota Banda Aceh. "Masyarakat tidak perlu resah dan terprovokasi dengan aksi kriminal itu dan berupaya terus menjaga dan mengawal proses perdamaian. Jadikan pilkada sebagai momentum jaga perdamaian," kata dia.

Masyarakat Aceh, kata Muhammad Nazar, sudah lelah hidup dalam suasana konflik. Konflik puluhan tahun lalu yang menelan ribuan korban jiwa itu harus dijadikan sebagai pengalaman buruk agar tidak terulang lagi di masa kini dan mendatang.

Pihaknya prihatin dengan aksi teror yang telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut. Sudah menjadi tugas Polri menangkap dan mengusut tuntas kasus teror granat serta kegiatan kriminal bersenjata lainnya guna memastikan Aceh tetap aman dan nyaman untuk membangun dalam kerangka NKRI.
 
Sumber: waspada.co.id

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails