BANDA ACEH - Hinggar binggarnya arus kendaraan bermotor melaju di jalan
raya berjalan seperti biasanya hingga larut malam hari di Kota Banda
Aceh. Aktivitas warga di warung-warung kopi hingga dini hari,
mengesankan bahwa Kota Banda Aceh "hidup 24 jam" selama enam tahun
terakhir setelah konflik bersenjata berakhir di Provinsi Aceh.
Meski hingga saat ini suasana di Aceh tetap kondusif, namun dalam dua hari terakhir membuat orang mulai waswas menyusul dua peristiwa ledakan granat di Kota Banda Aceh. "Ada apa ini, kenapa masih ada orang yang tidak suka melihat Aceh aman. Kita khawatir dengan kejadian ini, rasanya tidak nyaman jika keluar rumah terutama malam hari," kata M Yakob, warga Kota Banda Aceh tadi malam.
Meski hingga saat ini suasana di Aceh tetap kondusif, namun dalam dua hari terakhir membuat orang mulai waswas menyusul dua peristiwa ledakan granat di Kota Banda Aceh. "Ada apa ini, kenapa masih ada orang yang tidak suka melihat Aceh aman. Kita khawatir dengan kejadian ini, rasanya tidak nyaman jika keluar rumah terutama malam hari," kata M Yakob, warga Kota Banda Aceh tadi malam.
Kekhawatiran
berbalut cemas dari warga itu dapat dimaklumi, sebab masyarakat Aceh
cukup lama hidup dalam suasana konflik dan berakhir setelah adanya
kesepakatan damai yang ditandatangani di Helsinki, 15 Agustus 2005. Oleh
karena itu, kasus dua ledakan granat meski belum mempengaruhi situasi
keamanan di Aceh diharapkan segera terungkap, sehingga jelas motif dan
siapa pelaku teror tersebut.
Sebab, dari kedua kejadian
pelemparan granat oleh pelaku yang tidak dikenal itu sebagian publik di
Aceh mulai mereka-reka motif dibalik aksi kriminal tersebut. Bahkan, ada
yang mengait-kaitkan teror granat itu dengan "perang dingin" antara pro
dan kontra pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur-wakil
gubernur serta 17 pasangan bupati/wali kota dan para wakilnya di Aceh.
Granat
pertama dilemparkan orang tak dikenal dan meledak di halaman depan
kantor tim sukses (seuramoe) bakal calon gubernur/wakil gubernur
pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan di Lampriet Kota Banda Aceh. Dua
hari berselang, sebuah granat juga meledak di trotoar jalan Tgk Daud
Beureueh di depan wisma Lampriet Kota Banda Aceh. Khabar yang
berkembang, wisma tersebut dihuni staf dari Kementerian Polhukam.
Untuk
itu, Wakil Ketua Komisi III DPR HM Nasir Djamil meminta aparat
kepolisian untuk memastikan dan menjamin bahwa situasi keamanan di Aceh
tetap kondusif, terutama menjelang pilkada. "Jika polisi tidak mampu
mengungkap pelaku dari dua kali pelemparan granat di Kota Banda Aceh
itu, maka akan membuat suasana di Aceh tidak kondusif menjelang
pilkada," katanya.
Nasir Djamil juga menilai teror granat itu
merupakan bukti awal yang kalau tidak segera diantisipasi oleh aparat
keamanan maka dikhawatirkan dapat menimbulkan suasana "huru-hara" di
Aceh.
Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh mengutuk keras
aksi teror granat yang dilakukan orang tidak bertanggungjawab itu.
"Kami mengutuk keras aksi teror yang dilakukan itu karena sangat
merugikan Aceh, apalagi sampai mengorbankan masyarakat yang tak
bersalah," kata Sekretaris Jendral Forum LSM Aceh Sudarman Alkatiri
Puteh.
Forum LSM Aceh juga mendukung dan mendesak aparat
kepolisian untuk menemukan dan menindak tegas pelaku teror agar
masyarakat dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa rasa takut.
Apalagi aksi teror dilakukan di pusat Kota Banda Aceh, sebagai ibukota
Provinsi Aceh, yang tentunya menjadi taruhan bagi kredibilitas pihak
kepolisian di mata masyarakat dalam memberikan rasa aman.
Sudarman
Alkatiri Puteh juga mengimbau elit politik di Aceh untuk menyuarakan
dan mengampanyekan perdamaian serta masyarakat juga diminta tenang dan
tidak takut dengan teror itu. "Jangan sampai situasi ini dimanfaatkan
oleh orang yang ingin mengacaukan perdamaian Aceh dan mengaitkan aksi
teror dengan dinamika politik saat ini. Bila itu terjadi, selain
mempengaruhi elektabilitas, teror seperti ini juga memberi pengaruh
buruk terhadap citra politik di mata publik," katanya.
Jurubicara
Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat Mukhlis Abee menegaskan peristiwa
teror granat bukan tindakan dan perbuatan dari anggota KPA. "Tidak
mungkin dari kalangan KPA (mantan kombatan GAM), kami tahu jika anggota
saya yang melakukan itu," katanya.
Mukhlis menjelaskan,
berdasarkan pantauan dari situasi lapangan yang dilakukan pihaknya atas
dua kejadian pelemparan granat, adalah sesuatu hal yang mustahil jika
itu dilakukan anggota KPA. "Kita sudah melihat ke lapangan, dan menurut
kami itu pasti dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan
terwujudnya perdamaian di Aceh," katanya.
Menurutnya, dari
peristiwa teror pelemparan granat yang dalam sepekan ini terjadi di
Banda Aceh dimungkinkan adalah tindakan kontra intelijen, dan permainan
pihak-pihak tertentu yang ingin memprovokasi masyarakat dan mengganggu
keamananan dan ketenangan di daerah ini. "Itu tindakan kontra intelijen,
untuk memancing suasana agar terjadi kepanikan dan keresahan di
masyarakat," tuturnya.
Secara politik sikap KPA jelas bahwa
tetap berkomitmen mendukung proses perdamaian di Aceh. "Bahwa kemudian
kejelasan sikap politik ini kami wujudkan dengan tidak mengikuti proses
pelaksanaan pilkada Aceh, bukan berarti kami kalah dan takut bersaing,
dan atas hal itu kemudian kami ingin mengusik kedamaian di Aceh. Itu
tidak," ujarnya.
Untuk itu, Mukhlis Abee meminta kepada semua
pihak tidak merekayasa segala bentuk teror yang dapat merusak
perdamaian, karena perdamaian di Aceh sangat mahal harganya. "Kami juga
meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tetap beraktivitas dan
tidak mudah terpancing dengan isu-isu dan propaganda terkait dengan aksi
teror yang sudah terjadi," ujarnya.
Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku dan
motif teror granat yang terjadi di Banda Aceh itu. "Polisi harus
mengusut tuntas aksi teror ini sehingga masyarakat kembali merasakan
keamanan dan kenyamanan di daerah ini," kata Ketua Umum KAMMI Wilayah
Aceh Muhammad Muaz Munawar.
Wagub Aceh Muhammad Nazar mengimbau
warga tidak terprovokasi dengan aksi-aksi peledakan granat yang terjadi
di Kota Banda Aceh. "Masyarakat tidak perlu resah dan terprovokasi
dengan aksi kriminal itu dan berupaya terus menjaga dan mengawal proses
perdamaian. Jadikan pilkada sebagai momentum jaga perdamaian," kata dia.
Masyarakat
Aceh, kata Muhammad Nazar, sudah lelah hidup dalam suasana konflik.
Konflik puluhan tahun lalu yang menelan ribuan korban jiwa itu harus
dijadikan sebagai pengalaman buruk agar tidak terulang lagi di masa kini
dan mendatang.
Pihaknya prihatin dengan aksi teror yang telah
menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat di provinsi
berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut. Sudah menjadi tugas Polri
menangkap dan mengusut tuntas kasus teror granat serta kegiatan kriminal
bersenjata lainnya guna memastikan Aceh tetap aman dan nyaman untuk
membangun dalam kerangka NKRI.
Sumber: waspada.co.id