Jakarta - Komisi III DPR akan memakai pertimbangan politik dalam memilih 4 pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini dinilai sama saja dengan menganggap rakyat bodoh dan tak tahu apa-apa soal calon pimpinan KPK.
"Imbauan saya, jangan anggap rakyat bodoh dan jangan terlalu sakiti hati rakyat, ada balasannya nanti," ujar Ketua Dewan Pengurus Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Hamid Chalid ketika berbincang dengan detikcom, Minggu (21/8/2011).
Hamid menjelaskan, adalah wajar DPR sebagai lembaga politik menggunakan pertimbangan politik untuk memilih atau melakukan tindakan apapun. Politik, imbuhnya, adalah cara untuk mengelola negara, sehingga politik merupakan suatu akumulasi atau hasil dari apa yang diinginkan rakyat melalui saluran-saluran politik itu dan kemudian membuatnya menjadi nyata.
"Tapi kalau yang dimaksud kekuatan politik itu adalah kepentingan segelintir orang, para koruptor, diri sendiri dan bukan sebagai saluran aspirasi rakyat, jelas maksudnya salah," tegas doktor hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) ini.
Yang menjadi masalah dan yang mengkhawatirkan, apakah DPR memperhatikan betul suara masyarakat pada umumnya, yaitu, menginginkan pimpinan KPK yang bersih, teguh berpendirian dan berani. Masyarakat, imbuhnya, sudah memiliki asupan informasi mengenai calon-calon pimpinan KPK yang berintegritas melalui Pansel KPK, LSM dan media.
Hamid agak pesimis anggota DPR benar-benar mendengar aspirasi masyarakat, sehingga pertimbangan politik yang dikatakan DPR itu patut dikhawatirkan. Hamid mencontohkan saat Komisi III berkunjung ke Mako Brimob.
"Terakhir kelakuannya di Mako Brimob itu contoh yang amat sangat buruk mengenai seberapa mereka tunjukkan arogansi dan kesombongan di hadapan hukum dan rakyat. Mereka harus berada di atas hukum," sindirnya.
Dia juga melihat DPR agak bebal untuk memperhatikan suara masyarakat dari bawah.
"Sejauh ini saya melihat, belakangan suara media, suara LSM, gerakan di jalanan, dari tokoh-tokoh yang baik berbicara, nggak ada yang diperhatikan. Mereka (DPR) berpikir menurut maunya saja. Tidak ada usaha, bahkan tidak ada keinginann sedikitpun untuk menyerap aspirasi itu dari rakyat," sesal Hamid.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menegaskan dalam seleksi fit and proper test pimpinan KPK nantinya DPR akan menggunakan pertimbangan politik semata. DPR tak akan mendengarkan masukan dari LSM dan masyarakat.
"Seleksi fit and proper test menjadi sangat penting. Pertimbangan DPR dalam memilih 4 pimpinan KPK dengan pertimbangan politik. Tentu setiap fraksi akan memilih yang searah dengan visi politik partainya bukan hanya soal bersih dan integritasnya," ujar Benny kepada detikcom, Sabtu (20/8/2011).
Menurut Benny, DPR adalah lembaga politik. Sehingga dipandangnya sangat wajar jika DPR menggunakan pertimbangan politik untuk memilih calon pimpinan KPK yang dipandang satu visi dengan parpol.
"DPR punya legitimasi politik untuk memilih empat pimpinan KPK. Legitimasi DPR tentu bisa berbeda dengan legitimasi Pansel KPK. Karena DPR menganggap yang dipilih Pansel adalah sudah putra-putri terbaik bangsa," papar Benny.
Sumber: detiknews.com