Jakarta - Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah menyampaikan korupsi salah satunya bisa diberantas dengan memberikan jabatan menteri kepada orang di luar partai. Pernyataan ini diamini sebagian kalangan, sebab menteri dari parpol berpotensi membuat pengawasan terhadap mereka tidak obyektif.
"Kalau menteri diambil dari partai dan bukan dari akademisi atau ahli, tentu akan membuat posisi yang dilematis bagi partai. Bagaimana mungkin akan mengawasi negara kalau ternyata yang diawasi adalah dirinya sendiri karena kader partai yang jadi menteri. Pasti pengawasan tidak obyektif lagi," kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim.
Hal itu disampaikan alumnus UGM tersebut dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (20/11/2011).
Menurut dia, menteri yang berasal dari parpol akan membuat posisi yang dilematis bagi partai. Untuk itu yang paling baik adalah mengambil menteri dari kalangan akademisi atau ahli.
"Karena seharusnya partai harus independen dari negara. Salah satu fungsi partai adalah untuk mengawasi negara (pemerintah). Kalau menteri diambil dari partai dan bukan dari akademisi atau ahli, tentu akan membuat posisi yang dilematis bagi partai," papar Hifdzil.
Dia menambahkan, partai itu butuh pendanaan agar tetap eksis. Namun demikian, untuk mencari pendanaan tidak boleh dengan cara melawan hukum. Kalau menteri berasal dari partai, maka ada potensi untuk merampok duit negara melalui APBN.
"Duit itu dipakai untuk biaya operasional dan eksistensi partai. Nah ini yang seharusnya dicegah, caranya dengan tidak mengisi kursi menteri dengan kader partai," tambah Hifdzil.(anw/vit)
"Kalau menteri diambil dari partai dan bukan dari akademisi atau ahli, tentu akan membuat posisi yang dilematis bagi partai. Bagaimana mungkin akan mengawasi negara kalau ternyata yang diawasi adalah dirinya sendiri karena kader partai yang jadi menteri. Pasti pengawasan tidak obyektif lagi," kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim.
Hal itu disampaikan alumnus UGM tersebut dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (20/11/2011).
Menurut dia, menteri yang berasal dari parpol akan membuat posisi yang dilematis bagi partai. Untuk itu yang paling baik adalah mengambil menteri dari kalangan akademisi atau ahli.
"Karena seharusnya partai harus independen dari negara. Salah satu fungsi partai adalah untuk mengawasi negara (pemerintah). Kalau menteri diambil dari partai dan bukan dari akademisi atau ahli, tentu akan membuat posisi yang dilematis bagi partai," papar Hifdzil.
Dia menambahkan, partai itu butuh pendanaan agar tetap eksis. Namun demikian, untuk mencari pendanaan tidak boleh dengan cara melawan hukum. Kalau menteri berasal dari partai, maka ada potensi untuk merampok duit negara melalui APBN.
"Duit itu dipakai untuk biaya operasional dan eksistensi partai. Nah ini yang seharusnya dicegah, caranya dengan tidak mengisi kursi menteri dengan kader partai," tambah Hifdzil.(anw/vit)
Sumber: detiknews.com