BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi Aceh merilis 122 kasus dugaan korupsi di Provinsi Aceh dengan total kerugian dana publik Rp1,7 triliun selama 2011.
Angka tersebut menempatkan posisi Provinsi Aceh dalam urutan ke lima besar daerah penyumbang kerugian negara terbesar akibat korupsi di Indonesia.
Angka tersebut menempatkan posisi Provinsi Aceh dalam urutan ke lima besar daerah penyumbang kerugian negara terbesar akibat korupsi di Indonesia.
Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Askhalani mengungkapkan hasil temuan itu dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati dengan menggelar unjuk rasa di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Jumat (9 Desember 2011).
Aksi itu juga diikuti sejumlah elemen antikorupsi lain di Banda Aceh yang tergabung dalam Solidaritas Anti Korupsi (SAK) Aceh. Data dugaan korupsi itu, paparnya, dibuktikan dari hasil audit tahunan yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Menurut Askhlani, kasus yang dimasukkan dalam dugaan korupsi itu merupakan program atau proyek yang didanai oleh dana otonomu khusus (Otsus), anggaran pembangunan belanja Aceh (APBA) dan anggaran pembangunan belanja Aceh (APBK).
“Hasil temuan BPK pada 2010, Provinsi Aceh masuk kategori wilayah merah dan rawan praktik korupsi. Ini ditunjukkan dengan potensi yang masih sangat tinggi, terutama potensi kerugian negara dengan jumlah anggaran yang sangat besar," ujar Askhalani.
Besarnya angka korupsi dana wajib pajak di Aceh, ujarnya, terjadi karena tidak ada upaya pemberantasan korupsi yang serius dari penegak hukum.
Hampir sebagian besar kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara besar belum dituntaskan, baik yang telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, maupun kepolisian.
Menurut data yang dilansir GeRAK, ada lima kasus dugaan korupsi yang mereka anggap masuk dalam kategori kasus besar, yaitu kasus proyek pembangunan rumah duafa dengan potensi korupsi Rp238 miliar.
Empat proyek lain adalah pengerjaan proyek lanjutan APBA dengan potensi korupsi Rp485 miliar, kasus mark-up pengadaan alat kesehatan RSUZA (CT Scan 64 Lices dan Chat Lab) dengan potensi kerugian mencapai Rp18 miliar.
Selanjutnya, kasus penjualan besi tua dengan potensi korupsi Rp1,5 miliar dan kasus pengemplangan pajak dan pendapatan salah pencatatan yang terindikasi merugikan negara Rp87 miliar.
Askhalani menjelaskan ada beberapa kasus lain yang juga masuk dalam kasus dugaan korupsi besar dan saat ini masih dalam penanganan Kejati Aceh sejak 2009-2011, yaitu dugaan korupsi pengelolaan dana di TVRI Stasiun Banda Aceh Rp1,3 miliar.
Kasus lain a.l. pengadaan bahan baku PT KKA Rp173 miliar, kasus pembangunan rumah guru di Aceh Rp20 miliar, pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Rp8,8 miliar, dan pembangunan saluran pembuang di Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya Rp8,5 miliar.
Selain di Kejati, sejumlah kasus dugaan korupsi lainnya juga ada yang ditangani Polda Aceh sejak 2009-2011 meliputi deposito Pemerintah Aceh Utara Rp220 miliar yang saat ini masih dalam proses persidangan.
Penggelapan dana pajak Bireuen Rp51 miliar, kasus pemalsuan tanda tangan Jl Paya Ilang Rp5,8 miliar, dan pengadaan bibit kelapa sawit di Nagan raya Rp5,9 miliar, serta kasus pengadaan bibit kopi di Bener Meriah Rp7,6 miliar.
Dari hasil monitoring GeRAK, ada enam kasus yang divonis bebas di beberapa pengadilan negeri di wilayah hukum Provinsi Aceh dengan potensi kerugian mencapai Rp3 miliar.
Sumber: bisnis.com