Minggu, 08 Januari 2012

Aceh Merupakan Kerajaan


Seorang anak yang bernama Ramadhan (17), tinggal di sebuah desa pedalam Kabupaten Aceh Utara, yang tepatnya di Gampong Blang Gunci Kecamatan Paya Bakong kabupaten setempat. Anak yang hidup tanpa ibunya ini, hanya didampingi ayahnya yang bernama M Adam (38), Ramadhan sehari-hari hidup dilingkungan Dayah (pasantren) yang tepatnya  di Dayah Lhokmon Puteh Kota Lhokseumawe.

Dalam beberapa hari terakhir ini Ramadhan pulang ke kampung halamannya karena di Dayah tersebut sudah libur, selama di kampung Ramadhan berteman dengan anak-anak yang ada di kampung tersebut, sebagaimana teman lamanya.

Namun belakangan ini Ramadhan kesulitan mendapatkan kebutuhan hidupnya, karnya ayahnya Adam tidak di kampung, melainkan ditempat istrinya yang baru. Namun Ramadhan tetap mencari kebutuhan hidupnya sendiri walaupun berat tantangan yang harus ia hadapi mengingat dia masih belum pantas mencari kebutuhan hidup tersebut.

Ramadhan yang duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) ini, terus berupaya mendapatkan kebutuhan hidup, sehingga ia terpaksa pergi naik gunung bersama dengan orang-orang yang tidak seusianya.
Sekitar dua minggu di gunung ramadhan kembali turun ke kampung, tiba-tiba pandangan dan pembicaraannya sangat berubah, seakan-akan dia mengetahui permasalah yang sedang dihadapi Aceh saat ini.

Sehingga dia mengatakan “buya krung teudong-dong, buya tamoeng meuraseuki” (buaya sungai berdiri, buaya masuk dapat rejeki), asal ada yang tidak beres dihancurkan termasuk yang menentang. Kalian jangan takut katanya.

Selama 5 jam lebih Ramadhan memaparkan kehendaknya tersebut, tiba-tiba timbul dugaan masyarakat bahwa ada sesuatu yang terjadi sama dia. Karena pembicaraan yang disampaikan tersebut belum seharusnya diketahui Ramadhan, namun kuat dugaan dia kemasukan akibat naik turun gunung tersebut.

Sehingga pemuda Gampong Blang Gunci terpaksa memanggil orang yang bisa menyembuhkan dia terhadap apa yang sedang dia alami, sebutkanlah dukun.

Nampaknya dia tidak mempedulikan dukun tersebut, dan terus mengatan yang penting jangan runtuh “ingat” kalau tidak saya potong leher. Allah bersama kita, hanya dua pihak yaitu “kita dan Allah”, namun ketika dukun tersebut membacakan do’a, dia sekali-kali membawa tawa orang yang sedang melihat dia dengan mengatakan jangan keras-keras cukup dengan perasaan saja. Saya ini sedang dimasukan tenaga dalam, sehingga puluhan orang yang sedang melihat dia tidak menahan tawanya, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Dalam aksinya tersebut selalu mengatakan Allah bersama kita, tadi saya sudah berjumpa dengan Tgk Lah (mungkin maksudnya Almarhuh Tgk Abdullah Syafi’i pada waktu itu panglima GAM) supaya kita jangan lupa daratan, kita kalau keluar Aceh harus takut orang lain karna kita orang Aceh dan yang kita jalankan agama, kalau pohon pinang tetap pohon pinang tambahnya.

Sekali-kali dia mengatakan “apakah kita sudah di DPO”, Allah bersama kita, Allah dengan makluk dan Allah segala-galanya.


Ayah Rayek

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails