POLITIK - PILKADA Kamis, 30 Juni 2011 , 09:05:00
BANDA ACEH- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Ryaas Rasyid angkat bicara soal pengesahan qanun Pemilukada Aceh yang tanpa menyertakan calon independen atau perseorangan. Kata Ryass, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengikutsertakan calon independen dalam Pemilukada Aceh sudah final dan mengikat. Jadi, kalau pun pengesahan baru soal qanun Pemilukada tanpa menyertakan calon independen itu bisa batal atau gugur.
"Sebab, putusan oleh dewan itu telah mengangkangi aturan yang lebih tinggi," tegasnya kepada wartawan, kemarin. Ryaas yang datang ke Aceh dalam rangka membuka rapat asosiasi pemerintah provinsi di Banda Aceh menyebutkan, proses Pemilukada di Aceh merupakan terbanyak dan serentak, mulai dari pemilihan Gubernur dan 16 bupati/walikota di seluruh Aceh.
"Saya pikir soal calon independen sah dilakukan, kalau pun dewan tidak mengesahkan, maka terus saja berjalan sesuai aturan yang ada," jelasnya.
Ryaas juga ada mendengar selentingan dan kekhawatiran masyarakat Aceh jika pasal 256 UUPA dapat direview dan bakal menyusul pasal lainnya untuk direview. Kata dia, tidak sama sekali tidak benar, sebab pasal ini tidak prinsipil dan beda dengan pasal lainnya.
"Jadi, saya memahami apa yang dirasakan masyarakat Aceh karena itu semua merupakan dinamika politik. Yang penting bagaimana menjadi pelajaran bagi semua kita untuk kepentingan rakyat Aceh," paparnya lagi. Namun demikian, Ryass mengimbau semua pihak yang terlibat dalam Pemilukada di Aceh untuk berjiwa besar dan sekaligus mengormati hukum.
"Dua hal kalau ditanya kepada saya tentang proses pemilukada di Aceh, yakni marilah tegakkan demokrasi semurni mungkin dan tegakkan hukum secara konsisten," tambahnya.
Dia juga menilai bahwa dalam waktu dekat ini Pemerintah Aceh akan kerja besar dan berharap gelaran Pemilukada lima tahun berlangsung sukses sehingga menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia.
Terkait sangketa Pemilukada, jika nantinya calon independen tidak ada, maka sebut Ryas Rasyid, tuntutan dapat diajukan ke KIP bukan ke MK. Hal itu dikarenakan tugas KIP yang memasukkan ketentuannya.
"Tahapan-tahap an itu kan di KIP, jadi jika ketentuann calon perseorangan untuk menuntut tujukan ke mereka," demikian Ryaas.
Masih menyoal dibatalkannya calon independen dalam Pemilukada mendatang, Ketua SATMA PP Kota Langsa, Edi Saputra mengemukakan, untuk menghindari hal-hal buruk bagi proses demokrasi, sepertinya sangat tepat diminta pendapat rakyat dalam bentuk referendum. Pelaksanaan referendum terkait calon perseorangan tersebut itu sendiri, merespon kebuntuan politik antara KIP dengan DPR Aceh.
“Satu-satunya solusi konkrit dan cerdas adalah referendum,” ujar Edi yang juga menjabat Ketua DPW PRA Langsa.
Dia menambahkan, beda pendapat antara KIP dengan DPR Aceh sudah lari dari subtansi nilai dan azas demokrasi itu sendiri. Kedua lembaga ini lebih menunjukan sikap kekuasannya, dengan menjauhkan sikap musyawarah dan mufakat. Dan akhirnya, KIP tetap pendapatnya, bahwa mareka sudah bekerja sesuai dengan amanah undang-undang, sementara DPR Aceh tetap bersikukuh dengan sikapnya.
“Kalau mayoritas rakyat memilih calon perseorangan ada maka KIP harus mengakomodir, demikian juga sebaliknya,” ujar Edi lagi.
Sementara itu, Ketua FPRM Aceh, Nasruddin mengatakan pasca DPR Aceh memutuskan menolak calon perseorangan membuka polimik baru akan konflik politik di Aceh. Ditambah lagi bila KIP Aceh tidak mengindahkan terhadap putusan itu, dimana KIP akan bersikukuh dengan pendapatnya pemilukada Aceh kali ini tetap memberi peluang calon independen untuk ikut. "Pastinya harus ada refendum bagi calon independen," ujarnya.
Sebelumnya, pada 21 Juni lalu tatkala qanun itu belum diketok palu di DPRA, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengingatkan panitia khusus (pansus) DPRA yang membahas rancangan qanun pemilukada Aceh, agar materi qanun tidak melanggar ketentuan hukum yang lebih tinggi.
"Ya kita tunggu aja. Tapi prinsipnya, qanun itu di luar yang diatur istimewa, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi," terang Gamawan Fauzi di Jakarta, 21 Juni 2011.
Apakah artinya calon independen harus diakomodir qanun? "Iya, itu Undang-undang kan? Jadi qanun tidak boleh menabrak. Qanun itu kan perda. Tidak boleh," terangnya.
Ditanya bagaimana jika qanun nantinya tidak mengakomodir calon independen? "Akan dikoreksi," tegasnya. (imj/ris/sam/jpnn)
|