Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menggelar paripurna khusus membahas
rekomendasi Panitia Khusus IV tentang Komisi Independen Pemilihan.
Berikut rekapitulasi permasalahan di KIP Aceh dari sudut pandang Panitia
Khusus IV yang dibacakan dalam rapat paripu
rna khusus DPRA, Rabu (28/9).
rna khusus DPRA, Rabu (28/9).
- KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada tidak berdasarkan Qanun Aceh
(melanggar pasal 73 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh)
- KIP Aceh dalam menetapkan jadwal dan tahapan tidak berdasarkan pemberitahuan dari DPR Aceh. (melanggar Pasal 66 ayat (3) huruf b UUPA)
- KIP Aceh dalam menetapkan jadwal dan tahapan tidak berpedoman kepada Qanun (Pasal 66 ayat 6 UUPA)
- Penggunaan anggaran terhadap kegiatan yang melanggar aturan adalah perbuatan melawan hukum.
KIP Aceh selain melakukan pelanggaran hukum sebagaimana tersebut di atas, juga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam membuat aturan pelaksana Pilkada Aceh tahun 2011, antara lain:
@Mengakomodir calon independen (melanggar pasal 256 UUPA jo. Pasal 85 huruf c Qanun Nomor 7 Tahun 2006).
@Anggota partai politik yang maju lewat jalur independen tidak perlu mundur dari partai politik (melanggar Pasal 33 ayat (1c) Qanun Nomor 7 Tahun 2006).
@Menggantikan istilah “Pilkada” menjadi “Pemilukada” (melanggar Pasal 1 poin 12 UUPA)
@Menafsirkan istilah calon perseorangan dengan calon independen yang berbeda (melanggar Pasal 1 poin 37 Qanun nomor 7 tahun 2006).
@Inkonsistensi terhadap dukungan calon independen ( 3% di UUPA dan 5% di undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 ).
@Tidak konsisten dalam penggunaan Undang-Undang (melanggar Pasal 269 ayat (1) UUPA).
@Mengurangi kewenangan Otsus Aceh (melanggar Pasal 11 ayat (2) UUPA).
Jika pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kewenangan ini tidak dihentikan maka akan melanggar 10 ketentuan lainnya dalam UUPA dan Qanun Nomor 7 Tahun 2006, adapun pelanggaran dimaksud adalah:
1.Kampanye hari pertama adalah penyampaian visi-misi calon di DPR Aceh (Pasal 66 ayat (5) huruf c UUPA dan pasal 35 ayat (1) jo Pasal 40 ayat (2A) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
2.Visi-misi itu adalah dokumen daerah yang akan menjadi parameter evaluasi rakyat dan DPR Aceh terhadap LKPJ tahunan dan 5 tahunan (jika tidak ada kampanye di DPRA maka tidak akan ada dokumen visi dan misi) (pasal 35 ayat (2) Qanun Nomor 7 tahun 2006)
3.Rekapitulasi calon terpilih oleh KIP Aceh diajukan kepada DPRA untuk disampaikan kepada Presiden RI untuk di SK-kan. (pasal 69 huruf a UUPA dan pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
4.Pelantikan dan pengambilan sumpah calon terpilih dilaksanakan dalam sidang paripurna DPR Aceh (Pasal 69 huruf c UUPA pasal 73 ayat (4) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
5.Laporan Dana kampanye kandidat Pilkada dilaporkan oleh KIP kepada DPRA (Pasal 50 ayat (5) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
6.Tahapan Pilkada dilaporkan setiap tahap oleh KIP kepada DPRA (pasal 59 huruf c UUPA dan pasal 2B ayat (3) jo pasal 9 ayat (1) huruf (k) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
7.Biaya dan Pertanggungjawaban dana Pilkada (melalui gubernur) kepada DPRA (pasal 65 ayat (3) UUPA dan pasal 9A huruf (c) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
8.Tidak dapat melakukan mekanisme PAW calon terpilih kalau berhalangan tetap. (pasal 72A, 72B, 72C, 72D, 72E dan 72F Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
9.Kalau jadwal dipaksakan dapat dipastikan tidak akan ada LKPJ Gubernur yang bersifat tahunan dan 5 tahunan. (Pasal 2B ayat (1) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
10.Kalau jadwal dipaksakan dapat dipastikan Pilkada Aceh 2011 tanpa pengawas fungsional (Panwaslih) dan pengawas politik (DPRA/DPRK) (Pasal 23 ayat (1) huruf k dan m jo. Pasal 60 ayat (3) jo. Pasal 66 ayat (3) huruf e UUPA).[]
- KIP Aceh dalam menetapkan jadwal dan tahapan tidak berdasarkan pemberitahuan dari DPR Aceh. (melanggar Pasal 66 ayat (3) huruf b UUPA)
- KIP Aceh dalam menetapkan jadwal dan tahapan tidak berpedoman kepada Qanun (Pasal 66 ayat 6 UUPA)
- Penggunaan anggaran terhadap kegiatan yang melanggar aturan adalah perbuatan melawan hukum.
KIP Aceh selain melakukan pelanggaran hukum sebagaimana tersebut di atas, juga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam membuat aturan pelaksana Pilkada Aceh tahun 2011, antara lain:
@Mengakomodir calon independen (melanggar pasal 256 UUPA jo. Pasal 85 huruf c Qanun Nomor 7 Tahun 2006).
@Anggota partai politik yang maju lewat jalur independen tidak perlu mundur dari partai politik (melanggar Pasal 33 ayat (1c) Qanun Nomor 7 Tahun 2006).
@Menggantikan istilah “Pilkada” menjadi “Pemilukada” (melanggar Pasal 1 poin 12 UUPA)
@Menafsirkan istilah calon perseorangan dengan calon independen yang berbeda (melanggar Pasal 1 poin 37 Qanun nomor 7 tahun 2006).
@Inkonsistensi terhadap dukungan calon independen ( 3% di UUPA dan 5% di undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 ).
@Tidak konsisten dalam penggunaan Undang-Undang (melanggar Pasal 269 ayat (1) UUPA).
@Mengurangi kewenangan Otsus Aceh (melanggar Pasal 11 ayat (2) UUPA).
Jika pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kewenangan ini tidak dihentikan maka akan melanggar 10 ketentuan lainnya dalam UUPA dan Qanun Nomor 7 Tahun 2006, adapun pelanggaran dimaksud adalah:
1.Kampanye hari pertama adalah penyampaian visi-misi calon di DPR Aceh (Pasal 66 ayat (5) huruf c UUPA dan pasal 35 ayat (1) jo Pasal 40 ayat (2A) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
2.Visi-misi itu adalah dokumen daerah yang akan menjadi parameter evaluasi rakyat dan DPR Aceh terhadap LKPJ tahunan dan 5 tahunan (jika tidak ada kampanye di DPRA maka tidak akan ada dokumen visi dan misi) (pasal 35 ayat (2) Qanun Nomor 7 tahun 2006)
3.Rekapitulasi calon terpilih oleh KIP Aceh diajukan kepada DPRA untuk disampaikan kepada Presiden RI untuk di SK-kan. (pasal 69 huruf a UUPA dan pasal 70 ayat (2) dan ayat (3) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
4.Pelantikan dan pengambilan sumpah calon terpilih dilaksanakan dalam sidang paripurna DPR Aceh (Pasal 69 huruf c UUPA pasal 73 ayat (4) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
5.Laporan Dana kampanye kandidat Pilkada dilaporkan oleh KIP kepada DPRA (Pasal 50 ayat (5) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
6.Tahapan Pilkada dilaporkan setiap tahap oleh KIP kepada DPRA (pasal 59 huruf c UUPA dan pasal 2B ayat (3) jo pasal 9 ayat (1) huruf (k) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
7.Biaya dan Pertanggungjawaban dana Pilkada (melalui gubernur) kepada DPRA (pasal 65 ayat (3) UUPA dan pasal 9A huruf (c) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
8.Tidak dapat melakukan mekanisme PAW calon terpilih kalau berhalangan tetap. (pasal 72A, 72B, 72C, 72D, 72E dan 72F Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
9.Kalau jadwal dipaksakan dapat dipastikan tidak akan ada LKPJ Gubernur yang bersifat tahunan dan 5 tahunan. (Pasal 2B ayat (1) Qanun Nomor 7 Tahun 2006)
10.Kalau jadwal dipaksakan dapat dipastikan Pilkada Aceh 2011 tanpa pengawas fungsional (Panwaslih) dan pengawas politik (DPRA/DPRK) (Pasal 23 ayat (1) huruf k dan m jo. Pasal 60 ayat (3) jo. Pasal 66 ayat (3) huruf e UUPA).[]
Sumber: DPRA / Atjeh post