AMSTERDAM – Politisi anti-Islam Belanda, Geert Wilders, yang partainya merupakan ketiga terbesar di parlemen Belanda, menentang hubungan yang lebih erat antara Eropa dan Turki dengan dalih mengetatkan aturan imigrasi dan aturan integrasi di negeri bunga tulip tersebut.
Gul telah diundang untuk mengunjungi Belanda tahun depan, untuk merayakan 400 tahun hubungan kedua negara.
Wilders mengatakan dalam sebuah komentar dalam harian Belanda De Volkskrant bahwa Gul harus tinggal di Ankara.
“Tidak akan ada yang perayaan. Rezim Islamis Gul, anggota partainya, serta Perdana Menteri Tayyip Erdogan bukanlah teman sejati Barat dan karena itu bukan juga teman sejati Belanda,” kata Wilders.
“Di mana-mana Erdogan datang, ia menyerukan imigran Turki untuk tidak beradaptasi. Turki tidak ingin menjadi Eropa tetapi ingin mengislamisasi Eropa,” kata Wilders.
Erdogan dikenal dengan sikap kerasnya menentang Israel. Ia merupakan pemimpin partai yang menjadikan Islam sebagai salah satu ‘merek’ dagang untuk meraup simpati dari masyarakat Turki khususnya. Sementara pada faktanya, Islam yang dijadikan oleh Erdogan sebagai ‘aliran’ partainya sama sekali tidak berpengaruh pada sejumlah kebijakan negaranya yang berlandaskan pada demokrasi sekuler.
Sebuah komite parlemen Belanda membatalkan kunjungan ke Turki pada 2009 setelah para pejabat pemerintah Turki menolak untuk bertemu Wilders, yang telah menyamakan Islam dengan Nazisme.
Pada tahun 2009, seorang jurubicara Kementerian Luar Negeri Turki menyebut Wilders seorang rasis yang tidak akan pernah diterima di Turki.
Wilders mengatakan dalam artikelnya bahwa Islam sangat intoleran terhadap Yahudi, Kristen, dan humanisme.
Menteri Luar Negeri Belanda, Uri Rosenthal, mengatakan bahwa kunjungan Gul ini sejalan dengan hubungan yang panjang antara negara dan perayaan akan fokus pada kepentingan ekonomi bersama.
Pejabat di kedutaan Turki di Den Haag sejauh ini belum bersedia untuk berkomentar.
Sumber: arrahmah.com