Senin, 19 Desember 2011

Nasip UUPA Menjelang Pilkada

Pilkada Aceh yangdijadwalkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) awal 2012 ini ternyata mendapat perhatianserius semua pihak, tak terkecuali meminta pilkada ditunda dan dilanjutkan.

Sementara ada kepaladaerah yang menahan dana pilkada yang berpendapat bahwa pilkada tidak bisadijalankan karna tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentangpemerintahan Aceh (UUPA).
Aceh.

Disisi lain adapihak menganggap pilkada ini sudah tepat, berdasarkan amar putusan MK dengannomor 108/PHPU.D-IX/2011yang Memerintahkan Komisi Independen Pemilihan Acehdan Komisi Independe Pemilihan Kabupaten/Kotamelanjutkan pelaksanaan tahapan, program, jadwal penyelenggaraan pemilihan umumGubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dalamdaerah Provinsi
Jika kita menganalisa terhadappilkada yang akan diselenggarakan ini, sangat berbeda dengan pilkada sebelumnya(2006), pilkada kedua setelah damai ini menjadi  perhatian serius Uni Eropa dan jakarta. Terutamamengenai putusan MK yang mencabut pasal 256 UUPA dengan bunyi ketentuan calonperorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati danWali Kota/Wakil Wali Kota, sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) hurufd, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang inidiundangkan.

Berdasarkan UUPA yangdikhususkan untuk Aceh memang tidak bisa diselenggarakan pilkada ini tanpaberpodoman pada Qanun sebagai turunan UUPA, mengingat qanun tidak mendapatpersetujuan bersama (eksekutif dan legislatif). sehingga KIP Aceh mengadopsi qanunpilkada lama (Qanun Nomor 7/2006) sebagai payung hukum dan pedoman pelaksanaanpilkada di Aceh.

Disisi lain tidak mendapat persetujuan bersama, karena calonjalur independen tidak dimasukan dalam Qanun tersebut sehingga berujung pada prodan kontra, sebagaimana putusan MK yang membolehkan jalur independen. Sebelumnyapada putusan MK yang mencabut pasal 256 juga tidak melibatkan Dewan Perwakilan RakyatAceh (DPRA) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 269ayat (3) UUPA dengan bunyi dalam adanya rencana perubahan Undang-Undang inidilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA.   

Harus diketahuibahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),yang berifat provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifatistimewa dan diberikan kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiriurusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorangGubernur.

Status Provinsi Acehsaat ini adalah otonomi khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dimana urusan pemerintah pusat terhadapAceh meliputi bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, halikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama.Selebihnya merupakan kewenangan Aceh dalam melaksanakan semua sektor publik,yang diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan.

Seharusnya pemerintahIndonesia yang terlibat langsung dalam proses perdamaian Aceh, yang kemudianmembuat satu komitmen bersama sebagai sebuah proses penyelesaian konflik yangberkepanjangan di Aceh yang dituangkan dalam Momorandum of Understanding (MoU) sebagaiaplikasi persetujuan dan komitmen perdamaian.

Sehingga dariaplikasi MoU tersebut, lahir UUPA sebagai implementasi dari persetujuan yangdifasilitasi Crisis Management Initiative – CMI (fasilitator proses negosiasi)yang dipimpin mantan Presiden Filandia Martti Ahtisaari.

Sementara implementasikomitmen kedua pihak antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah RepublikIndonesia yang dituangkan dalam UUPA, yang disahkan Presiden Republik IndonesiaDr. H. Susilo Bambang Yudhyono di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2006.

Kemudian UUPAtersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2006 oleh Menteri Hukum danHak Asasi Manusia Republik Indonesia Hamid Awaluddin, serta dimasukan dalamlembaran RI tahun 2006 dengan nomor 62.

UUPA tersebut sebagaipedoman penyelenggaraan pemerintahan Aceh, kecuali lima hal yang menjadikewenangan pusat terhadap Aceh seperti yang saya sebutkan diatas tadi.

Namun akhirnya UUPAtersebut menjadi trik politik pihak tertentu, yang mencoba menjerumuskan Acehkedalam pusara kegelapan. Dalam hal ini menurut penulis bahwa mereka (Jakarta)telah melanggar pada perjanjian sebelumnya, yang bercita-cita untuk menegaskankomitmen mereka dalam penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh,berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Namun kejanggalannya ada pada rakyatAceh sendiri, sehingga Jakarta memanfaatkan kesempatan tersebut dengan alasanharus sesuai dengan UUD 1945.

Toh, akhirnya perjanjiantersebut tidak terlepas dari ajang bisnis pihak tertentu, hal tersebut sangatjelas nampak menjelang pilkada yang dijadwalkan awal 2012 ini yang tidakberpedoman pada UUPA.
Menurut hemat penulis,bila kita sudah punya kapal, untuk apa perlu “raket bak pisang”, pengertiannyabila kita sudah punya Partai Lokal (parlok) yang dikhususkan dalam MoU dan UUPAuntuk apa perlu Independen.

Pada pilkada 2006 yang dibolehkanmelibatkan calon independen untuk bersama-sama berpesta dalam wadah sistemdemokrasi, sangat jelas bisa dan didukung oleh UUPA, mengingat waktu itu belumadanya parlok di Aceh. Toh, sekarang parloknya sudah ada, kenapa juga sebagianrakyat Aceh memperjuangkan jalur independen samapai ke pulau Jawa.

Setelah itu, terjadilahpersepsi-persepsi terhadap Jakarta, yang pada awalnya hanya keluar asap sebagaitanda sudah terbakar, kemudian keluar api yang sangat besar. Hal tersebutterlihat pada demontrasi-demontrasi yang dilakukan rakyat sipil terhap jakarta atasjudicial review pasal 256 UUPA dan meminta pilkada ditunda sampai kejelasanyapayung hukum penyelenggaraan pilkada di Aceh. Mengingat adanya baju sendiri kenapa memakai baju orang lain,pengertiannya Aceh mempunyai UUPA kenapa harus memakai UU lain.

Wallahu’alam.... Mandumnyatergantung bak bangsa Aceh keudroe (semua itu tergantung pada bangsa Acehsendiri), kemana mau di antarkan Aceh ini, apa kegelapan pusaran atau keterangbenderang ?

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh (UNIMAL) - Aceh

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails