Jakarta – Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH
Hasyim Muzadi mengaku heran melihat cara yang dilakukan oleh pemerintah RI
dalam menangani masalah Papua.
Menurutnya, pemerintah hanya berdiam diri tanpa berbuat apa-apa, sehingga Papua terus bergolak.
“Ada yang aneh dari cara pemerintah dan masyarakat bangsa dalam
menghadapi sparatisme Papua. Seakan pemerintahan SBY mengabaikan Papua,”
kata Hasyim Muzadi kepada wartawan di Jakarta, Minggu (4/11/2011).
Menurut Hasyim, hal aneh juga ada pada pihak yang mengatasnamakan
lintas agama. Beberapa waktu lalu, mereka minta supaya pemerintah RI
jangan sampai melakukan kekerasan di Papua agar tidak ada darah
tercecer. Padahal yang melakukan kekerasan adalah gerakan sparatis
sendiri.
“Para penggiat HAM getol mengatakan bahwa pemerintah salah karena
mengabaikan kemakmuran dan keadilan papua, padahal eksponen Papua
sendiri menyatakan di media paling bergengsi di Indonesia, bahwa masalah
Papua bukan keadilan dan kemakmuran tapi tidak diakuinya RI oleh PBB
membawahi Papua sebagai bagian dari NKRI,” katanya.
Hasyim menilai, saat ini sebagian kelompok telah mengambil posisi
sebagai gerakan transnasional politis meniru kelompok garis keras
fondamentalis. Media pun tampak belum seimbang dalam gerakan
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Apa sesungguhnya yang terjadi di negeri ini ? Mengapa Papua mau
lepas, para pemimpin seperti minum valium ? NKRI diujung tanduk karena
sparatisme Papua sebenarnya bukan mainan rakyat Papua, tapi mainan asing
dengan konspirasi sangat rapi,” katanya.
Lebih lanjut, Hasyim mengungkapkan, konon saat ini Amerika telah
menempatkan konsultannya beberapa posisi strategis di pemerintahan,
yaitu Dephan, Polkam dan Kemenlu. “Apa artinya itu ? Tentu untuk
mengendalikan kebijakan pemerintah tentang Papua,” kata Presiden
Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religions
for Peace-WCRP) ini.
Selain itu, menurut Hasyim, di Darwin Australia yang hanya berjarak
825 KM dari Papua telah ditempatkan 2500 marinir Amerika. “Kata
pemerintah itu tidak apa-apa. Sedangkan berita Amerika menghibahkan F-16
juga tidak dilengkapi sparepartnya. Apa bisa digunakan setahun dua
tahun lagi ?,” ungkapnya.
Dikatakannya, rezim SBY bisa dikatakan hampir tidak mungkin menjaga
NKRI manakala berhadapan dengan kekuatan asing, karena sejak lama SBY
telah ada ketergantungan dengan pihak luar.
“Apalagi Indonesia dimasukkn oleh barat sebagai negara Islam
terbesar. Pola barat terhadap dunia Islam adalah membiayai
pemberontakan, setelah itu kalau pemerintah yabg sah menumpas dikenai
HAM, bahkan diserbu atas nama HAM pula. Aset penguasa yg digulingkan
disita untuk menutup krisis barat,” katanya.
Dalam situasi seperti ini, International Confrence of Islamic
Scholars (ICIS) menyayangkan sikap media-media kurang melakukan gerakan
mempertahankan Papua sebagai bagian dari NKRI. “Media di indonesia sibuk
urusan tetek bengek , seakan NKRI tidak penting. Dulu , zaman
proklamasi, tokoh seperti Kiai Wahid Hasyim mau menerima Pancasila
karena mementingkan NKRI,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hasyim mengatakan, kalau dibiarkan oleh pemerintah SBY,
pemberontakan, sparatisme berhasil membawa Papua merdeka. “Satu-nya
jalan untuk menangkal konspirasi internasional adalah gerakan civil
society,” tegasnya. [mar]
Sumber: berita-baru.info