(Marzuki Alie Foto by jurnalpatrolinews.com) |
JAKARTA - Ketua DPR RI, Marzuki Alie secara pribadi mendukung upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengamandemen UUD 1945. Langkah ini untuk meningkatkan fungsi DPD dan MPR di parlemen.
"Namun sayangnya, upaya dukungan saya ini tak sepenuhnya dikutip pers sehingga pihak DPD tak menangkap pesan saya seutuhnya," ujar Marzuki di gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/3).
Sebelumnya, Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyayangkan pernyataan Marzuki karena kurang memahami tugas dan fungsi DPD. Pernyataan Hemas ini menjawab pernyataan Marzuki yang menyebutkan DPD tidak ada gunanya.
"Sangat disayangkan bila masih ada pemimpin lembaga Negara tidak memahami fungsi dan tugas DPD dan berani mengeluarkan pernyataan yang tidak tepat," jelasnya.
Menurut Hemas pemahaman terhadap tugas ideal DPD mestinya merupakan pengetahuan dasar pemimpin lembaga negara sehingga tak perlu mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontradiktif dan tak dibutuhkan rakyat.
Marzuki berharap, seyogianya pimpinan DPD mengklarifikasi pernyataannya itu sebelum dipublikasi ke media massa. "Kok sikap pimpinan DPD yang langsung menyerang pribadi saya seolah saya tidak paham akan peran dan tugas DPD. Justru karena saya paham, saya mengatakan itu," ujar Marzuki.
Dia meyakini kesalahpahaman ini karena pers tak utuh mengutip pernyataannya. Dalam pengarahan kepada siswa-siswi SMU Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (14/3) lalu, Marzuki menilai perlunya amandemen UUD 1945.
"Tanpa amandemen maka beberapa hal seperti otonomi daerah, system presidensial dan fungsi dan peran DPR yang dominan yang membuat lembaga di parlemen seperti DPD dan MPR seperti saat ini tidak memiliki fungsi sama sekali. Karena itu memang diperlukan mengamandemen UUD," klarifikasinya.
Jika ditelisik, pernyataan itu mendukung DPD mengamandemen UUD 1945. "Saya yakin pernyataan saya benar. Sayangnya lagi bukannya mereka mengklarifikasi kepada saya, mereka langsung bicara keras bahwa saya tidak paham peran DPD," jelas Marzuki dengan heran.
Kekuasaan Mutlak
Marzuki menjelaskan, dengan reformasi, UUD 1945 mengalami amandemen, terutama pada kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara. Amandemen itu membuat tidak ada lagi institusi yang memiliki kekuasaan mutlak.
Semua kewenangan terdistribusi secara independen dan saling mengawasi antara eksekutif, yudikatif dan legislatif. Dia menyontohkan soal pembagian kewenangan yang terjadi pada lembaga legislatif. Dengan reformasi, lembaga legislatif bertambah melalui kehadiran DPD yang merupakan wakil dari setiap provinsi.
"Selama ini yang terjadi adalah kewenangan DPD hanya sebatas memberikan rekomendasi ke DPR atas produk Undang-Undang dan rancangan anggaran. Namun rekomendasi dari DPD pun tak memiliki efek tekanan terhadap DPR. DPR tidak bisa diberikan sanksi jika tidak mempedulikan rekomendasi DPD," jelas dia.
Sementara, DPR yang memiliki kewenangan legislasi dan anggaran juga belum mampu berperan dalam menghasilkan UU sesuai target. DPR lebih cenderung mengkritisi kebijakan anggaran yang diajukan pemerintah.
Itu terjadi karena DPR memiliki keterbatasan perangkat, khususnya tenaga ahli yang sesuai bidangnya. Rencana untuk mendirikan Budget Centre dan Law Centre pun belum terealisasi sampai saat ini.
"Jadi tidak ada saya mau menyerang DPD, saya justru mendukung langkah DPD. Sayang sekali pimpinan DPD tidak mengklarifikasi terlebih dahulu kepada saya. Kalau mereka tidak mau saya dukung yah tidak apa-apa, saya diam saja, biarkan saja kondisi mereka seperti sekarang ini," tegas Marzuki. (www.suarakarya-online.com)