Minggu, 18 Maret 2012

JK: Keadilan Kunci Terciptanya Perdamaian di Aceh

(foto by kompasiana.com)
MEDAN – Deklarator Perdamaian Aceh, Muhammad Jusuf Kalla atau yang biasa disapa (JK) optimistis pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Aceh dapat berjalan damai selama seluruh penyelenggara pilkada sesuai aturan yang berlaku.

Selain itu,pemerintah daerah juga harus bisa menjalankan aturan secara objektif agar tercipta keadilan. “Intinya, bagaimana menciptakan keadilan di sana.Pemerintah harus bisa mengemban tugas itu, karena hal tersebut menjadi pokok permasalahannya. Selama keadilan tercipta,maka tidak akan ada konflik.Apalagi masyarakat Aceh sudah sangat sadar bahwa konflik hanya menimbulkan kesengsaraan,” ucap JK di sela-sela Seminar Konstruksi Perdamaian Aceh, tema Memperkokoh Kesinambungan Perdamaian Aceh di Hotel Emerald Garden Medan, kemarin.

Dalam acara tersebut, hadir juga beberapa tokoh,yaitu Pj Gubernur Aceh Tarmizi A Karim dan Mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud Al-Haytar. Selain itu, Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan,Prof Dr Bachtiar Aly selaku Penasihat Polri,Ketua Pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan, Penasehat Menteri Pertahanan RI Bidang Ekonomi Adnan Ganto sebagai pemakalah.

Tampak juga Mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, Mantan Menteri BUMN Syofan Djalil dan tokoh masyarakat Aceh lainnya. Mantan Wakil Presiden RI ke-10 ini mengatakan, berdasarkan catatannya ada 15 kali konflik yang terjadi di Indonesia dengan korban sekitar 1.000 orang. Dari total itu, 10 di antaranya disebabkan karena ketidakadilan. Namun, hanya dua daerah yang bisa diselesaikan dengan cara berdialog, salah satunya Aceh.

Hal itu, lanjut JK, membuktikan Aceh yang cukup tangguh dengan perjuangannya bisa berdamai hanya dengan dialog.“Sebenarnya sejak pilkada pertama sesudah perdamaian di Helsinki, proses demokrasi di Aceh sudah terbentuk jadi tinggal melanjutkan saja. Selanjutnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komite Independen Pemilihan (KIP) selaku penyelenggara pemilu yang harus bisa melaksanakan pilkada sesuai aturan agar tidak timbul konflik,” kata mantan Menko Kesra Kabinet Gotong Royong ini.

Seperti diketahui pada 15 Agustus 2005,Pemerintah RI dan GAM sepakat menandatangani kesepahaman damai di Helsinki, Finlandiayangkemudiandisebut dengan MoU Helsinki. Dalam perjanjian itu, Pemerintah RI diwakiliHamid Awaludin(ketika itu menjabat Menteri Hukum dan HAM) dan GAM diwakili Malik Mahmud Al-Haytar. Tercapai beberapa kesepakatan, di antaranya secara politik Aceh mengakui konstitusi Indonesia.

Kemudian pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada Aceh untuk melaksanakan pemerintahan yang otonomi dengan memberikan hak-hak secara khusus dan terakhir memberikan hak lebih besar kepada Aceh.Sejak itu konflik bersenjata berkepanjangan yang merenggut ribuan korban jiwa berangsung- berangsur mereda.

“Seperti saat saya dulu berjuang untuk perdamaian Aceh, saya cari orang yang dipercaya masyarakat Aceh waktu itu,Pak Malik (waktu itu menjabat Perdana Menteri GAM).Saya perintahkan bawahan untuk mencari terus yang namanya Pak Malik itu. Begitu juga dengan pemerintah sekarang karena tanpa adanya kepercayaan, segala sesuatu tidak bisa tercapai seperti yang diamanatkan pada perjanjian,” ucapnya. Sementara itu, mantan Perdana Menteri GAM Malik Mahmud Al-Haytarmengatakan, pada dasarnya komitmen masyarakat Aceh untuk menjaga perdamaian cukup tinggi,karena sudah lelah dengan konflik.

Namun, pemerintahjugaharusberkomitmen untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai aturan pelaksanaan otonomi khusus yang tercantum pada MoU Helsinki tersebut. Sampai sekarang masih banyak pemerintah dan pejabat di pemerintah pusat yang belum bisa melaksanakan UU di dalam UUPA tersebut khususnya UU No 11/2006.

“Jadi untuk menjaga perdamaian Aceh butuh semangat MoU Helsinki oleh semua pihak dan elemen masyarakat. Dengan begitu tidak akan ada bias implementasi untuk mengembangkan Aceh lebih maju lagi,”ucapnya. Sementara itu, ketika ditanyakan apakah ada imbauan kepada seluruh masyarakat Aceh,khususnya mantan GAM untuk tidak memicu konflik, dia mengaku tidak bisa memberikan imbauan lebih khusus.

Dia hanya menyerahkan kepada pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dengan baik dan pihak keamanan menjaga keamanan lebih intensif. “Biarkan pemerintah yang menjalankan pemerintah dengan baik,”katanya. Adapun Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan konflik yang terjadi di Tanah Rencong menjelang pilkada, murni tindak kriminal dan tidak ada unsur politik. Hal itu berdasarkan penyelidikan yang dilakukan pihaknya terhadap para pelaku.

Misalnya, pelaku penembakan mengaku cemburu dengan ketidakadilan dan ketidak merataan kesejahteraan masyarakat di sana. “Jadi sejauh ini konflik di Aceh adalah konflik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan politik.Pada umumnya pelaku adalah orang susah dan pendidikannya rendah, jadi lebih dikarenakan ketidakadilan di masyarakat,”katanya.

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails