Jakarta - Mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen Strategis, (BAIS), Laksamana TNI, Purnawirawan, Mulyo Wibisono menyatakan, tidak dapat dipungkiri meletusnya aksi teror di Indonesia merupakan hasil rekayasa intelijen resmi pemerintah.
Hal itu dingungkapkan, Wibisono, usai hadir sebagai pembicara dalam Seminar Internasional Peran Ulama Pesantren dalam Mengatasi Terorisme Global, di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, (17/3).
Hal itu dingungkapkan, Wibisono, usai hadir sebagai pembicara dalam Seminar Internasional Peran Ulama Pesantren dalam Mengatasi Terorisme Global, di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, (17/3).
Dikatakan, dalam dunia intelijen antara lain terdapat bagian kegiatan diantaranya pengamanan, penyelidikan, dan penggalangan.
Dalam keahlian intelijen dibidang penggalangan, lanjutnya, tidak mustahil dapat dimanfaatkan untuk merekayasa aksi teror, sebab kegiatan pengalangan juga termasuk menggalang kegiatan terorisme sehingga tidak mustahil intelijen melakukan provokasi agar terjadi aksi teror.
"Karena teroris itu semua dalangnya dari luar contoh, yang namanya kegiatan teroris itu kok semuanya sudah tertata kan, bahkan kadang-kadang si terorisnya ditembak tapi nggak ada darahnya, kan lucu kan, artinya kan sudah dipersiapkan semua, yang mungkin saja itu suatu hal yang rekayasa bisa terjadi," kata Mulyo.
Dikatakan, bahwa pendidikan anti teror yang telah dimiliki sekelompok pasukan, akan menjadi 'senjata makan tuan' apabila lemah dalam mengontrol.
Disisi lain, Mulyo menilai, dalam kondisi keamanan saat ini, perlu dipertimbangkan kembali melibatkan TNI dalam sistem keamanan negara bekerjasama dengan Kepolisian.
"Pada era pemerintahan Presiden Soeharto aksi terorisme bukan tidak ada, tapi semua teratasi dengan pencegahan, karena prinsip intelijen militer mencegah bukan penindakan. Saya rasa sekarang perlu bersinergi antara TNI, Bimas, dan Babinsa, untuk menjaga keamanan di negeri ini," pungkas Wibisono.
Sumber :rri.co.id