Selasa, 03 Januari 2012

Aksi Penembakan di Aceh Ditujukan Pada Etnis Tertentu



senjata api AK-56 bekas konflik Aceh (Antara/ Rahmad)
Aksi penembakan yang terjadi di Aceh baru-baru ini dinilai bukan tindak kriminal biasa. Saat ini, suhu politik di Aceh dinilai seperti api dalam sekam terkait Pemilu Kada di provinisi tersebut.

Sejauh ini jumlah korban penembakan misterius di Provinsi Aceh terus bertambah. Kasus penembakan pada malam pergantian tahun 2011 ke 2012 belum terungkap, Senin (2/1) lalu polisi kembali disibukkan oleh aksi penembakan pada Minggu pukul 20.00.


Peristiwa kali ini menewaskan satu orang dan mencederai satu orang setelah sejumlah orang tak dikenal memberondongkan tembakan ke sebuah kedai kopi di Dusun Blok B, Desa Seureuke, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara.

Dengan demikian, dalam tiga hari terakhir, lima warga tewas dan delapan warga luka berat akibat penembakan dalam tiga kasus di tiga tempat yang berbeda di Aceh.

Sabtu malam terjadi dua penembakan di dua tempat berbeda. Pertama, penembakan di Desa Blang Cot Tunong, Kecamatan Jeumpa, Bireuen, yang menewaskan tiga pekerja proyek galian kabel optik Telkom dan melukai tujuh pekerja. Para korban adalah warga Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur. Aksi kedua terjadi di Desa Ilie, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, menewaskan satu karyawan toko boneka, Dimas Wagino (40), asal Medan, Sumatera Utara.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Ajun Komisaris Besar Gustav Leo mengungkapkan, penembakan di Desa Seureuke menewaskan Suliadi (37) dan melukai Edi Karyanto (35). Keduanya adalah petani dan warga lokasi transmigrasi di Desa Seureuke.

Pada saat kejadian, kedua korban sedang duduk santai di kedai kopi tersebut. Selain Suliadi dan Edi, di kedai kopi itu juga ada tujuh orang yang sedang duduk menikmati kopi. Sekitar pukul 20.00, empat orang tak dikenal menaiki dua sepeda motor datang. Seorang dari mereka sempat bertanya tentang arah jalan kepada warga di kedai kopi itu.

”Tiba-tiba salah seorang di antara mereka memberondongkan tembakan senjata api otomatis ke arah warga yang sedang duduk di warung kopi. Satu orang tewas dan satu orang lainnya luka berat terkena tembakan. Para pelaku kemudian langsung kabur ke arah Lubok Mangku, Aceh Timur,” tutur Gustav.

Kepala Kepolisian Resor Aceh Utara Ajun Komisaris Besar Farid BE menduga, senjata yang digunakan pelaku adalah jenis AK-47. Dugaan ini berdasarkan temuan beberapa selongsong peluru di lokasi kejadian.
Selain menembak dua orang di kedai itu, para pelaku juga menembaki empat rumah warga di Dusun Blok B sekitarnya saat melarikan diri.

Berdasarkan data di Kepolisian Daerah Aceh, sepanjang 2011, di daerah itu terjadi 46 kasus kekerasan bersenjata api. Dari jumlah kasus itu, tercatat 16 orang tewas. Namun, dari 46 kasus itu, baru 24 kasus yang terungkap. Sebanyak 37 orang ditangkap. Polisi sejauh ini menyita 17 senjata api, 40 granat, 250 peluru, 4 sepeda motor, dan 4 mobil.

Tanggapan Mereka

Timur Pradopo (Kepala Polri)
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menyatakan, Markas Besar Polri dan Kepolisian Daerah Aceh masih menyelidiki penembakan yang terjadi di Aceh. Polisi belum dapat menyimpulkan keterkaitan kasus itu dengan pilkada.

Namun, menurut Timur, dulu kasus serupa pernah terjadi dan merupakan tindak kriminal biasa. Pelakunya kini diproses hukum.

Gustav Leo (Kepala Bidang Humas Polda Aceh)
Kepala Bidang Humas Polda Aceh, AKBP Gustav Leo mengatakan, ada kesamaan modus operandi antara beberapa kasus pemberondongan yang terjadi di Aceh mulai di Aceh Utara, Bireun dan kemudian malam tadi ke desa Seurake kecamatan Langkahan Aceh Utara. Polisi belum bisa membeberkan motif dibalik aksi itu.

"Semuanya ada kemiripan dalam pelaksanaan aksi, mulai dari awal Desember sampai awal Januari, kami masih bekerja," kata Gustav Senin 2 Januari 2011.

Gustav mengatakan, hingga kini aksi pemberondongan oleh kelompok yang belum dikenal itu masih dianggap kriminal murni. Belum ada yang mengarah pada kisruh politik menjelang Pilkada Aceh, kendati korban kebanyakan warga pendatang.

Nasir Djamil (Wakil Komisi III DPR)
"Kalau kriminal biasa seharusnya Polri bisa menangkapnya dalam 1x24 jam. Publik akan menilai kasus ini erat kaitannya dengan momen pilkada," ujar Wakil Komisi III DPR Nasir Djamil saat berbincang dengan Media Indonesia, Senin (2/1).

Menurut politikus PKS itu, banyak pihak berkepentingan dalam Pemilu Kada Aceh terutama Kementrian Polhukam yang memang sejak awal sangat ingin Pilkada Aceh sesuai tahapan. Ini menurut Nasir sangat erat dengan kelompok-kelompok yang tidak puas dengan kondisi Aceh saat ini.

"Polri dan TNI sering bilang bahwa senjata ilegal masih banyak beredar di Aceh. Ini salah satu hal yang krusial di Aceh," paparnya.

Sangat mungkin apa yang terjadi di Aceh merupakan suatau kejadian yang telah di desain sedemikian rupa, karena banyak hal-hal yang tidak masuk akal jika dikatakan sebagai kriminal biasa.

"Kenapa para pekerja yang menjadi sasaran? Kenapa pekerja Telkom? Kenapa masyarakat Aceh yang bersuku Jawa? Ini skenario untum terjadinya konflik vertikal antar suku," kata Nasir.

Nasir meminta agar Polri jagan menganggap remeh dan kecil masalah ini dan perlu ditegaskan Aceh adalah wilayah bekas konflik bersenjata sehingga harus dilihat secara serius setiap aksi kekerasan yang ada di wilayah Serambi Mekkah. "Ini sekaligus menjadi pembuktian SBY, bahwa negara tidak boleh kalah dengan kejahatan," tegasnya.

Arwani Thomafi (Sekretaris Fraksi PPP DPR RI)
Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Arwani Thomafi, mengkritik kinerja aparat keamanan karena tidak mampu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan. Bahkan di penghujung 2011, masyarakat Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merasa tercekam terhadap peristiwa penembakan terhadap warga oleh pelaku tak dikenal dan telah memakan korban tewas hingga 4 orang.

"Memasuki tahun 2012 aksi kekerasan belum juga reda. Kasus penembakan 10 karyawan di Bireun NAD membuktikan kalau keamanan masih menjadi barang "langka" di negeri ini," ujar Arwani dalam pesan singkat kepada VIVAnews, Senin 2 Januari 2012.

Ketidakmampuan polisi mengusut dan menangkap pelaku penembakan di Aceh tersebut, menurut Arwani, menambah ketidakpercayaan masyarakat. "Kasus ini semakin menambah panjang daftar "lemahnya" polisi menjadi pelindung masyarakat," kata Arwani.

Agar kasus seperti itu tak terulang, lanjut Arwani, seluruh aparat intelijen harus  membantu. "Intelijen Polri, TNI maupun BIN harus bekerja lebih ekstra untuk melakukan deteksi awal, sehingga aksi kekerasan bisa dicegah," kata Arwani.

Lebih jauh, aparat keamanan juga mesti mengusut dan mengungkap kasus penembakan di Aceh tersebut. "Aparat harus mengusut tuntas motif penembakan di Aceh, apakah terkait dengan pilkada yang sebentar lagi digelar, atau jaringan teroris ataupun kriminalitas biasa," kata Arwani.

Namun Arwani, menduga pelaku penembakan tersebut merupakan orang yang sudah terlatih menggunakan senjata. "Jika melihat senjata jenis AK, sepertinya pelaku sudah sangat terlatih dan bukan kriminalitas biasa. Ini menjadi tantangan bagi aparat untuk menciptakan rasa aman bagi warga," kata Arwani.

Hendra Fadli (Kontras)
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, Hendra Fadli, mengatakan, rentetan penembakan misterius di Aceh akhir-akhir ini berbeda dengan penembakan-penembakan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada pola dan sasaran penembakan yang cenderung mirip.

”Ini penembakan misterius dengan sasaran warga pendatang dari kelompok etnis tertentu. Ada upaya sistematis dari pelaku untuk menciptakan ketakutan pada kelompok etnis tertentu yang dijadikan sasaran sehingga berpotensi menimbulkan kebencian antarkelompok etnis di Aceh,” katanya.

Rangkaian penembakan ini juga terjadi saat polemik antar- elite politik di Aceh terkait pemilu kepala daerah (pilkada) masih berlangsung. ”Melihat situasi politik itu, jelas ini bukan kriminal murni,” ujar Hendra.

Hospi Novizal Sabri (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh)
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh Hospi Novizal Sabri mengatakan, jika skenario keresahan antarkelompok etnis, seperti misi penembakan, terwujud, tidak hanya Pilkada Aceh yang terganggu, tetapi perdamaian di Aceh juga terancam.

Skenario itu bisa berlangsung karena entitas sipil dan elite politik di Aceh saat ini mulai kehilangan spirit untuk menjaga perdamaian. Hampir semua energi dan perhatian ditujukan pada polemik pemilu kepala daerah yang tak kunjung berujung.

Gustav membenarkan adanya kecenderungan pola yang sama dalam rangkaian kejadian penembakan misterius di Aceh akhir-akhir ini. Pelaku lebih dari satu orang, menggunakan sepeda motor, senjata AK-47, dan dengan sasaran orang dari kelompok etnis tertentu.

Polisi juga menduga, tiga kasus penembakan terakhir di Aceh itu terkait dengan penangkapan dua dari empat pelaku penembakan pos penyimpanan bahan bakar minyak di area base camp Tim Survei Minyak dan Gas, Sawang, Aceh Utara, 23 Desember 2011. Dua pelaku yang ditangkap berinisial M (27) dan I (29). Dua pelaku lain, S dan L, masih dalam pengejaran.

 Sumber kutipan: kompas.com, VIVAnews.com dan metrotvnews.com





Kabar Terkait:
  1. Ada Kinerja Intelijen Dibalik Penembakan di Aceh
  2. Penembakan Kembali Terjadi di Aceh Utara, 2 Meninggal
  3. Penembakan Di Dua Tempat Di Aceh 4 Meninggal
  4. Serangan OTK, Tiga Tews di Aceh Utara

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails