senjata api AK-56 bekas konflik Aceh (Antara/ Rahmad) |
Sejauh ini jumlah korban penembakan misterius di Provinsi
Aceh terus bertambah. Kasus penembakan pada malam pergantian tahun 2011 ke 2012
belum terungkap, Senin (2/1) lalu polisi kembali disibukkan oleh aksi
penembakan pada Minggu pukul 20.00.
Peristiwa
kali ini menewaskan satu orang dan mencederai satu orang setelah sejumlah orang
tak dikenal memberondongkan tembakan ke sebuah kedai kopi di Dusun Blok B, Desa
Seureuke, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara.
Dengan
demikian, dalam tiga hari terakhir, lima warga tewas dan delapan warga luka
berat akibat penembakan dalam tiga kasus di tiga tempat yang berbeda di Aceh.
Sabtu malam
terjadi dua penembakan di dua tempat berbeda. Pertama, penembakan di Desa Blang
Cot Tunong, Kecamatan Jeumpa, Bireuen, yang menewaskan tiga pekerja proyek
galian kabel optik Telkom dan melukai tujuh pekerja. Para korban adalah warga
Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur. Aksi kedua terjadi di Desa Ilie, Kecamatan
Ulee Kareng, Banda Aceh, menewaskan satu karyawan toko boneka, Dimas Wagino
(40), asal Medan, Sumatera Utara.
Kepala
Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Ajun Komisaris Besar Gustav
Leo mengungkapkan, penembakan di Desa Seureuke menewaskan Suliadi (37) dan
melukai Edi Karyanto (35). Keduanya adalah petani dan warga lokasi transmigrasi
di Desa Seureuke.
Pada saat
kejadian, kedua korban sedang duduk santai di kedai kopi tersebut. Selain
Suliadi dan Edi, di kedai kopi itu juga ada tujuh orang yang sedang duduk
menikmati kopi. Sekitar pukul 20.00, empat orang tak dikenal menaiki dua sepeda
motor datang. Seorang dari mereka sempat bertanya tentang arah jalan kepada
warga di kedai kopi itu.
”Tiba-tiba
salah seorang di antara mereka memberondongkan tembakan senjata api otomatis ke
arah warga yang sedang duduk di warung kopi. Satu orang tewas dan satu orang
lainnya luka berat terkena tembakan. Para pelaku kemudian langsung kabur ke
arah Lubok Mangku, Aceh Timur,” tutur Gustav.
Kepala
Kepolisian Resor Aceh Utara Ajun Komisaris Besar Farid BE menduga, senjata yang
digunakan pelaku adalah jenis AK-47. Dugaan ini berdasarkan temuan beberapa
selongsong peluru di lokasi kejadian.
Selain
menembak dua orang di kedai itu, para pelaku juga menembaki empat rumah warga
di Dusun Blok B sekitarnya saat melarikan diri.
Berdasarkan
data di Kepolisian Daerah Aceh, sepanjang 2011, di daerah itu terjadi 46 kasus
kekerasan bersenjata api. Dari jumlah kasus itu, tercatat 16 orang tewas.
Namun, dari 46 kasus itu, baru 24 kasus yang terungkap. Sebanyak 37 orang
ditangkap. Polisi sejauh ini menyita 17 senjata api, 40 granat, 250 peluru, 4
sepeda motor, dan 4 mobil.
Tanggapan
Mereka
Timur Pradopo (Kepala Polri)
Kepala Polri
Jenderal (Pol) Timur Pradopo menyatakan, Markas Besar Polri dan Kepolisian
Daerah Aceh masih menyelidiki penembakan yang terjadi di Aceh. Polisi belum
dapat menyimpulkan keterkaitan kasus itu dengan pilkada.
Namun,
menurut Timur, dulu kasus serupa pernah terjadi dan merupakan tindak kriminal
biasa. Pelakunya kini diproses hukum.
Gustav Leo (Kepala Bidang Humas Polda Aceh)
Kepala
Bidang Humas Polda Aceh, AKBP Gustav Leo mengatakan, ada kesamaan modus
operandi antara beberapa kasus pemberondongan yang terjadi di Aceh mulai di
Aceh Utara, Bireun dan kemudian malam tadi ke desa Seurake kecamatan Langkahan
Aceh Utara. Polisi belum bisa membeberkan motif dibalik aksi itu.
"Semuanya
ada kemiripan dalam pelaksanaan aksi, mulai dari awal Desember sampai awal
Januari, kami masih bekerja," kata Gustav Senin 2 Januari 2011.
Gustav
mengatakan, hingga kini aksi pemberondongan oleh kelompok yang belum dikenal
itu masih dianggap kriminal murni. Belum ada yang mengarah pada kisruh politik
menjelang Pilkada Aceh, kendati korban kebanyakan warga pendatang.
Nasir Djamil (Wakil Komisi III DPR)
"Kalau
kriminal biasa seharusnya Polri bisa menangkapnya dalam 1x24 jam. Publik akan
menilai kasus ini erat kaitannya dengan momen pilkada," ujar Wakil Komisi
III DPR Nasir Djamil saat berbincang dengan Media Indonesia, Senin (2/1).
Menurut
politikus PKS itu, banyak pihak berkepentingan dalam Pemilu Kada Aceh terutama
Kementrian Polhukam yang memang sejak awal sangat ingin Pilkada Aceh sesuai
tahapan. Ini menurut Nasir sangat erat dengan kelompok-kelompok yang tidak puas
dengan kondisi Aceh saat ini.
"Polri
dan TNI sering bilang bahwa senjata ilegal masih banyak beredar di Aceh. Ini
salah satu hal yang krusial di Aceh," paparnya.
Sangat
mungkin apa yang terjadi di Aceh merupakan suatau kejadian yang telah di desain
sedemikian rupa, karena banyak hal-hal yang tidak masuk akal jika dikatakan
sebagai kriminal biasa.
"Kenapa
para pekerja yang menjadi sasaran? Kenapa pekerja Telkom? Kenapa masyarakat
Aceh yang bersuku Jawa? Ini skenario untum terjadinya konflik vertikal antar
suku," kata Nasir.
Nasir
meminta agar Polri jagan menganggap remeh dan kecil masalah ini dan perlu
ditegaskan Aceh adalah wilayah bekas konflik bersenjata sehingga harus dilihat
secara serius setiap aksi kekerasan yang ada di wilayah Serambi Mekkah.
"Ini sekaligus menjadi pembuktian SBY, bahwa negara tidak boleh kalah
dengan kejahatan," tegasnya.
Arwani Thomafi (Sekretaris Fraksi PPP DPR RI)
Sekretaris
Fraksi PPP DPR RI, Arwani Thomafi, mengkritik kinerja aparat keamanan karena
tidak mampu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan. Bahkan di penghujung
2011, masyarakat Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merasa tercekam terhadap
peristiwa penembakan terhadap warga oleh pelaku tak dikenal dan telah memakan
korban tewas hingga 4 orang.
"Memasuki
tahun 2012 aksi kekerasan belum juga reda. Kasus penembakan 10 karyawan di
Bireun NAD membuktikan kalau keamanan masih menjadi barang "langka"
di negeri ini," ujar Arwani dalam pesan singkat kepada VIVAnews, Senin 2
Januari 2012.
Ketidakmampuan
polisi mengusut dan menangkap pelaku penembakan di Aceh tersebut, menurut
Arwani, menambah ketidakpercayaan masyarakat. "Kasus ini semakin menambah
panjang daftar "lemahnya" polisi menjadi pelindung masyarakat,"
kata Arwani.
Agar kasus
seperti itu tak terulang, lanjut Arwani, seluruh aparat intelijen harus
membantu. "Intelijen Polri, TNI maupun BIN harus bekerja lebih ekstra
untuk melakukan deteksi awal, sehingga aksi kekerasan bisa dicegah," kata
Arwani.
Lebih jauh,
aparat keamanan juga mesti mengusut dan mengungkap kasus penembakan di Aceh
tersebut. "Aparat harus mengusut tuntas motif penembakan di Aceh, apakah
terkait dengan pilkada yang sebentar lagi digelar, atau jaringan teroris
ataupun kriminalitas biasa," kata Arwani.
Namun
Arwani, menduga pelaku penembakan tersebut merupakan orang yang sudah terlatih
menggunakan senjata. "Jika melihat senjata jenis AK, sepertinya pelaku
sudah sangat terlatih dan bukan kriminalitas biasa. Ini menjadi tantangan bagi
aparat untuk menciptakan rasa aman bagi warga," kata Arwani.
Hendra Fadli (Kontras)
Aktivis
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, Hendra
Fadli, mengatakan, rentetan penembakan misterius di Aceh akhir-akhir ini
berbeda dengan penembakan-penembakan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada
pola dan sasaran penembakan yang cenderung mirip.
”Ini
penembakan misterius dengan sasaran warga pendatang dari kelompok etnis
tertentu. Ada upaya sistematis dari pelaku untuk menciptakan ketakutan pada
kelompok etnis tertentu yang dijadikan sasaran sehingga berpotensi menimbulkan
kebencian antarkelompok etnis di Aceh,” katanya.
Rangkaian
penembakan ini juga terjadi saat polemik antar- elite politik di Aceh terkait
pemilu kepala daerah (pilkada) masih berlangsung. ”Melihat situasi politik itu,
jelas ini bukan kriminal murni,” ujar Hendra.
Hospi Novizal Sabri (Direktur Lembaga Bantuan
Hukum Banda Aceh)
Direktur
Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh Hospi Novizal Sabri mengatakan, jika skenario
keresahan antarkelompok etnis, seperti misi penembakan, terwujud, tidak hanya
Pilkada Aceh yang terganggu, tetapi perdamaian di Aceh juga terancam.
Skenario itu
bisa berlangsung karena entitas sipil dan elite politik di Aceh saat ini mulai
kehilangan spirit untuk menjaga perdamaian. Hampir semua energi dan perhatian
ditujukan pada polemik pemilu kepala daerah yang tak kunjung berujung.
Gustav
membenarkan adanya kecenderungan pola yang sama dalam rangkaian kejadian
penembakan misterius di Aceh akhir-akhir ini. Pelaku lebih dari satu orang,
menggunakan sepeda motor, senjata AK-47, dan dengan sasaran orang dari kelompok
etnis tertentu.
Polisi juga
menduga, tiga kasus penembakan terakhir di Aceh itu terkait dengan penangkapan
dua dari empat pelaku penembakan pos penyimpanan bahan bakar minyak di area base
camp Tim Survei Minyak dan Gas, Sawang, Aceh Utara, 23 Desember 2011. Dua
pelaku yang ditangkap berinisial M (27) dan I (29). Dua pelaku lain, S dan L,
masih dalam pengejaran.
Sumber kutipan: kompas.com, VIVAnews.com dan metrotvnews.com
Kabar Terkait: