Jumat, 06 Januari 2012

Tanggapan Para Pihak Terhadap Penembakan di Aceh

  1. Imparsial: penembakan di Aceh bernuansa politik
  2. Anggota Komisi III DPR RI, Polri diminta bertindak cepat atasi penembakan di Aceh
  3. Anas: Jangan Rusak Perdamaian di Aceh 
  4. Nasir Djamil, ada upaya menciptakan konflik horizontal
  5. Gubernur Aceh, Penembakan Terkait Ekonomi
  6. Menhan, Penembakan Masih Menjadi Ranah Polisi
  7. Humas Polri, Dua Orang Petani Telah Ditetapkan Menjadi Tersangka
  8. Menkopolhukam, Penembakan Dipicu Kecemburuan Sosial
  9. PPMJ,  Aksi Penembakan Banyak Pihak Bermain
  10. Yusuf Kalla, Potensi Konflik di Aceh Bukan Lagi Dengan Pemerintah 

1. Imparsial: penembakan di Aceh bernuansa politik
Korban Penembakan di Aceh Besar [foto ataranews]
Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) Imparsial menilai rangkaian penembakan yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini bernuansa politik. "Kondisi ini bisa kita lihat secara nasional, bahwa Aceh adalah modalitas Presiden Yudhoyono. SBY naik jadi presiden dengan suara 93 persen lebih di Aceh ini mencitrakan SBY sebagai sosok perdamaian. Kalau ini berarti ada penghancuran modalitas SBY, oleh karena itu pemerintah ekstra waspada," kata peneliti senior Imparsial Otto Syamsudin Ishak saat jumpa pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Jumat. 



Tanpa segera diatasi, Imparsial khawatir aksi penyerangan ini juga bisa melebar di daerah konflik dan pasca konflik lain, seperti di Ambon dan Papua. Menurut dia, kekerasan bersenjata yang terjadi belakangan ini di Aceh bukanlah kekerasan kriminal biasa karena jika dirunut ke belakang, setiap ada peristiwa kekerasan pasti terkait situasi politik lokal.

Otto menduga penembakan ini bukan dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, namun oleh penembak misterius (petrus) karena penembakan mengarah pada pada etnis tertentu. "Orang tidak dikenal itu targetnya nggak jelas, kalau petrus targetnya jelas, terkonsentrasi pada etnis tertentu dan sifatnya pendatang," katanya.
Imparsial berharap pemerintah pusat turun tangan dalam mengawasi pemilihan gubernur pada 16 Februari mendatang agar kondisi penghancuran modalitas politik itu tak terjadi dan meluas.

Imparsial juga meminta agar pemerintah pusat tak melokalisir persoalan kekerasan tersebut, tetapi harus dibaca sebagai persoalan nasional.

Untuk mengatasi persoalan ini, Imparsial meminta pemerintah mempersiapkan Polri yang baik. Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia harus segera diselesaikan, baik pelanggaran HAM masa lalu maupun masa kini.

"Jika tidak, dikhawatirkan persoalan tersebut akan menjadi rumput kering bagi pihak lawan politik untuk menghancurkan modalitas politik penguasa, seperti kasus kekerasan di Bima, Mesuji, bahkan di Papua. Kalau tak segera diselesaikan, ini akan menjadi bunuh diri secara politik," papar Otto.

Otto menilai pernyataan Menko Polhukam Djoko Suyanto yang mengatakan aksi penembakan brutal di Aceh terkait dengan masalah kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan para pendatang adalah tidak benar.

"Kalau kecemburuan sosial harusnya satu kampung. Lalu, kalau (motif) ekonomi yang ditembak tidak ada benda yang hilang, dan korban ini adalah pendatang pulang-balik," katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan, ketidakmampuan polisi dalam mengungkap berbagai kasus kekerasan di Aceh semakin menunjukkan kentalnya motif politik.

"Harus ada tenggat waktu yang jelas bagi polisi untuk menguak kasus-kasus kekerasan di sana," katanya.

Menurut dia, Polri harus juga mengevaluasi kinerja kepolisian daerah Aceh, pasalnya Polda Aceh dinilai gagal dalam mengantisipasi gangguan keamanan yang terjadi dan gagal memberi perlindungan dan rasa aman bagi warga negara.

"Polisi seharusnya proaktif sejak masa awal perdamaian untuk melakukan penertiban senjata dan bahan peledak yang ilegal maupun melakukan kontrol peredaran senjata api dan bahan peledak legal," ujarnya.

Imparsial dan Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) mencatat, sepanjang 2011 hingga awal 2012 telah terjadi kekerasan sebanyak 17 kali dengan korban meninggal 15 orang dan 17 orang luka. Jenis kasusnya beragam dan kebanyakan pelakunya adalah orang tak dikenal serta sebagian besar kasus itu tidak terungkap. Situasi semakin keruh karena adanya perisitiwa pelemparan granat sebanyak tiga kali dan kasus tersebut belum terungkap.

Adapun empat kasus penembakan misterius yang terjadi di Aceh menewaskan lima warga dan delapan lainnya luka. Peristiwa terjadi di tiga tempat yakni di Desa Blang Cot Tunong, Kecamatan Jeumpa, Bireuen; di Desa Ilie, Ulee Kareng, Banda Aceh, Sabtu (31/12); dan di sebuah kedai kopi di Dusun Blok B, Desa Seureuke, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, Minggu (1/1).

2. Anggota Komisi III DPR RI, Polri diminta bertindak cepat atasi penembakan di Aceh
Sementara Anggota Komisi III DPR RI, Martin Hutabarat, meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bertindak cepat mengatasi aksi penembakan liar yang dilakukan oleh orang tidak dikenal di Aceh.

"Kalau polisi menilai perlu bantuan dari TNI agar memintanya. Ini untuk kepentingan keamanan rakyat aceh maupun keamanan di Indonesia," kata Martin Hutabarat di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Menurut dia, polisi yang bertugas sebagai menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat diharapkan peranannya oleh masyarakat Aceh dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Di Aceh, kata dia, terjadi beberapa kali peristiwa penembakan sejak malam pergantian tahun 2012 dan hingga saat ini sudah enam orang meninggal dunia.

"Aksi penembakan liar ini merupakan tindakan tidak berperikemuanusiaan yang harus segera diatasi," katanya.

Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, agar Polri cepat bertindak.

Saat ditanya pers, apakah penembakan di Aceh ada hubungannya dengan persiapan pelaksanaan pilkada, Martin mengatakan, banyak yang mempertanyakan hal itu, tapi Pemerintah Provinsi Aceh menyatakan tidak ada hubungannya.

Menurut Martin, apapun alasannya aksi penembakan ini cukup aneh dan menimbulkan tanda tanya.

"Mengapa aksi penembakan ini baru terjadi saat ini menjelang pelaksanaan Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Aceh," katanya.

Martin menyatakan prihatin terhadap masyarakat Aceh yang tidak mengerti politik tapi menjadi korban tindakan yang tidak berperikemanusiaan.

Pada kesempatan tersebut, Martin menambahkan, Komisi III DPR RI juga mengkritik Polri pada kekerasan di Mesuji Lampung serta di Bima Nusa Tenggara Barat. 

3. Anas: Jangan Rusak Perdamaian di Aceh 
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menyatakan bahwa serangkaian peristiwa penembakan terhadap warga di Aceh harus mendapat perhatian serius. Hal ini penting, demi memelihara perdamaian di daerah istimewa itu.
"Bukan hanya menyangkut keamanan menjelang pilkada, tetapi untuk menjaga dan merawat perdamaian di Aceh," ujar Anas dalam pesan singkat kepada wartawan, Jumat 6 Januari 2012.

Menurut Anas, suasana yang aman di Aceh sangat diperlukan, terutama karena menjelang pelaksanaan pemilihan gubernur Aceh yang baru.

"Kelancaran penyelenggaraan dan kualitas demokrasi dalam pilkada dipengaruhi oleh tingkat keamanan dan rasa aman," kata Anas.

Anas tidak mengharapkan suasana damai di Aceh setelah perjanjian Helsinski menjadi rusak dan merugikan semua pihak di kemudian hari.

"Yang lebih penting lagi adalah menjaga keamanan untuk merawat perdamaian di Aceh yang sudah dirasakan rakyat pasca perdamaian Helsinki.

Perdamaian ini harus dijaga dan dirawat bersama oleh seluruh komponen, termasuk oleh masyarakat Aceh. Perdamaian inilah, kata Anas, yang menjadi prasyarat mutlak bagi masa depan Aceh yang makin menjanjikan.

"Jangan sampai modal perdamaian terkoyak dan Aceh kembali bergolak," kata Anas.

Aksi penembakan di Aceh terus terjadi belakangan ini. Sasarannya adalah warga pendatang. Selain itu, aksi 
penembakan dilakukan menjelang Pemilukada di Aceh.

4. Nasir Djamil, ada upaya menciptakan konflik horizontal

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Nasir Djamil menilai, aksi penembakan di Aceh belakangan ini ditengarai terkait dengan Pemilukada Aceh. Dia mengatakan, ada upaya menciptakan konflik horizontal dengan melakukan penembakan terhadap orang-orang pendatang yang tinggal di Aceh.

"Menjelang pilkada memang situasi di Aceh semakin mencekam. Ini disebabkan karena situasi dan menurut saya ada upaya membenturkan antara Aceh dengan suku tertentu," ujar Nasir dalam perbincangan telepon dengan VIVAnews.com, Minggu 1 Januari 2012.

5. Gubernur Aceh, Penembakan Terkait Ekonomi

Sementara, Gubernur NAD, Irwandi Yusuf membantah penembakan terkait dengan politik. "Setelah kami teliti, kami simpulkan, itu tidak ada urusannya dengan politik. Tetapi lebih terkait dengan ekonomi dan kesempatan kerja.  Macam mana logikanya kalau mengaitkan dengan politik?," kata dia.

Dia menjelaskan, ada kesenjangan antara penduduk asli dan pendatang. "Kecemburuan orang pribumi terhadap orang pendatang terkait lapangan kerja," kata dia usai Audiensi Muspida Aceh di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu 4 Januari 2012.

Sementara, pihak polisi belum menyimpulkan modus berbagai aksi penembakan yang korbannya berasal dari warga pendatang.

6. Menhan, Penembakan Masih Menjadi Ranah Polisi

Menhan Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, persoalan ini masih menjadi ranah polisi. Proses penyelidikan masih terus berjalan, termasuk untuk mencari kemungkinan adanya kaitan aksi tersebut dengan Pilkada yang akan digelar 16 Februari 2012 mendatang.

"Yang terpenting, Pilkada harus tetap jalan," imbuhnya.

Ditambahkan Purnomo, penggunaan senjata AK-47 di Aceh jangan buru-buru diartikan sebagai bagian dari gerakan separatisme. "Belum tentu, karena senjata bisa dipakai oleh siapa pun," sambungnya.

7. Humas Polri, Dua Orang Petani Telah Ditetapkan Menjadi Tersangka

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution menyatakan, dua orang petani telah ditetapkan menjadi tersangka dalam penembakan yang terjadi di barak pekerja perkebunan karet milik PT Satya Agung, di Krueng Jawa, Uram Jalan, Geureudong Pase, Aceh Utara, pada 4 Desember 2011.

 Saud mengatakan, dua orang tersangka itu ditangkap pada 29 Desember 2011. Tersangka itu adalah M alias T bin AR (20) dari Kabupaten Bireun dan IS alias D bin M (29) asal Sabang, Kabupaten Aceh Utara.

"Keduanya sebagai joki sepeda motor yang membawa pelaku. D bin M sebagai joki sepeda motor yang digunakan pelaku dalam penembakan dengan tersangka DPO kita atas nama W," ujar Saud, Jumat (6/1/2012) di Jakarta.

Dalam penangkapan kedua tersangka, polisi menemukan barang bukti berupa sebuah sepeda motor Yamaha RX King yang digunakan pelaku penembakan. Polisi juga menyita sebuah helm yang dipakai pelaku dan satu buah jaket.

Dari keterangan tersangka, mereka menyatakan telah meletakkan surat ancaman ke kantor perusahaan tempat korban penembakan bekerja. Sementara itu, pelaku yang menggunakan jasa kedua petani ini masih dalam pengejaran polisi.

Menurut Saud, peristiwa penembakan ini tidak terkait dengan penembakan lain di Aceh. "Dari pemeriksaan, belum mengarah pada kasus-kasus lain. Jadi masih murni berdiri sendiri, tapi ini tetap dalam pengembangan seterusnya," kata Saud.

8. Menkopolhukam, Penembakan Dipicu Kecemburuan Sosial

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, penembakan oleh orang tak dikenal di Provinsi Aceh selama tiga hari berturut-turut sejak malam pergantian tahun 2011 ke 2012 lalu dipicu kecemburuan sosial.

“Laporan Kapolda dan Gubernur Aceh adanya kecemburuan sosial di kalangan masyarakat. Untuk ini, pasti akan dicari akar permasalahannya. Bagaimana penduduk lokal diberdayakan dalam pekerjaan-pekerjaan dan program membangun daerah,” ujarnya usai menghadiri acara HUT Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), di Graha Marinir, Kwitang, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2012).

Bila kita simpulkan dari tanggapan para pihak diatas terhadap maraknya aksi penembakan yang terjadi di Aceh baru-baru ini sangat membingungkan, karna ada tanggapan bahwa penembakan bernuansa politik, kecemburuan sosial, terlebih sebelumnya ada yang mengatakan kontra intelijen termasuk ada peran intelijen.

Namun dalam aksi penembakan yang tidak prikemanusiaan tersebut sangat jelas ditujukan pada warga pendatang dan etnis jawa lagi. Disisi lain korban penembakan juga ditujukan pada masyarakat golongan bawah seperti pekerja banggunan, pekerja galian, pekerja jaga toko boneka, serta pekerja pada perkebunan.

Dalam hal ini polisi sebagai institusi negara yang berwewenang mengambil kebijakan terhadap keamanan agar dapat bekerja seefektif mungkin, karna bila institusi polisi lemah, maka sangat sulit untuk mengungkapkan motif dan dalang dibalik penembakan tersebut.

9. PPMJ,  Aksi Penembakan Banyak Pihak Bermain
Pusat Paguyuban Masyarakat Jawa (PPMJ) Aceh menyesalkan aksi kekerasan bersenjata yang menelan korban sipil di Aceh. PPMJ menilai, pasca-penandatanganan perjanjian damai Helsinki, banyak pihak bermain untuk menodai perdamaian itu.

”Kami menyesalkan insiden itu. Kami mempertanyakan mengapa masyarakat Jawa jadi korban? Apa demi kepentingan pribadi atau kelompok atau ambisi politik?” kata Supriyatno, Sekretaris Jenderal PPMJ Aceh.

10. Yusuf Kalla, Potensi Konflik di Aceh Bukan Lagi Dengan Pemerintah
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai, sebagai daerah yang tengah menata diri pasca-perundingan damai dengan Pemerintah Indonesia, potensi konflik di Aceh pasti ada, terutama terkait persaingan dalam pilkada. ”Potensi konflik di Aceh bukan lagi dengan pemerintah pusat, melainkan antar pemimpin Aceh sendiri,” katanya ketika dihubungi di London.

Jika potensi konflik yang ada tidak ditangani dengan baik, bisa membesar dan berbahaya. Potensi konflik itu hanya bisa diselesaikan masyarakat Aceh sendiri. ”Jadi, pemimpin muda harus menghormati yang tua, begitu pula sebaiknya. Para pemimpin harus saling menghargai satu sama lain, jangan saling berebut kekuasaan yang merugikan warga,” kata Kalla.


Sekedar diketahui mengenai nama-nama korban selama penembakan di beberapa kabupaten di Aceh baru-baru ini yakni:


Aceh Utara (Kecamatan Geureudong Pase) pada 4 Desember 2011 sekitar pukul 23.30 wib
  1. Sugeng umur 45 tahun
  2. Katno umur 50 tahun, dan
  3. Herianto umur 30 tahun
Sedangkan korban luka-luka yakni :
  1. Joni umur 25 tahun asal Meunasah Masjid Cunda Lhokseumawe;
  2. Misman umur 54 tahun
  3. Harapan umur 32 tahun dan
  4. Erik umur 22 tahun, jadi Misman, Harapan dan Erik ketiganya asal Buket Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, serta
  5. Salmi umur 34 tahun asal Pulo Tiga, Aceh Tamiang.
Aceh Utara (Kecamatan Langkahan) pada 1 Januari 2012, sekitar pukul 20.30 wib.
  1. Bawon umur 40 tahun, dan
  2. Eddy umur 38 tahun
Bireun (Desa Blangcot Tunong, Jeumpa) pada 31 Desember 2011, pukul 21.00 wib.
  1. Sunyoto umur 28 tahun asal Jember
  2. Suparno umur 31 tahun asal Jember, dan
  3. Daud umur 30 tahun asal Banyuwangi.
Sedangkan korban yang mengalami luka berat yakni:
  1. Andri umur  15 tahun asal Jember
  2. Hasan umur  35 tahun asal Jember
  3. Kirul umur 30 tahun asal Jember
  4. Imam umur 27 tahun asal Jember
  5. Kopral umur 32 tahun asal Banyuwangi
  6. Aan umur 40 tahun asal Banyuwangi, dan
  7. Bonjol umur 30 tahun asal Banyuwangi.
Banda  Aceh (Desa Ilie, Kecamatan Ulee Kareng) pada 31 Desember 2011, pukul 20.50 wib.
  1. Dimas alias Wagino umur 40 tahun, warga Lamtemen, Banda Aceh.

Aceh Besar (Aneuk Galong, Suka Makmur) pada 5 Januari 2012, pukul 19.05 wib.

  1. Gunoko umur 30, asal Semarang, Jawa Tengah
  2. Agus Swetnyo umur 35, asal Semarang, Jawa Tengah, dan 
  3. Sotiku Anas umur 25, asal Semarang, Jawa Tengah.

Kabar Sebelumnya:

 
Design by Safrizal Ilmu Politik UNIMAL | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...; linkwithin_text='Baca Juga:'; Related Posts with Thumbnails